Jarum jam menunjukkan pukul 10:30. “Grung….grenggg…gringgg”, bunyi
alram terdengar keras. “Clik..” Alaram mati. “Ah… sepulluh menit lagi”,
katanya dalam hati. Ini sudah kelima kalinya bel alram berdering. Tapi
ya begitulah…, deringan hanya menjadi iringan tidur bagi si Kriwul.
“Tet…tet…tut…tut..tit…tittttt…..tttt”, bunyi deringan HP buntut
terdengar keras. “Yobosheo….booseo…” jawab Kriwul di antara alam nyata
dan mimpi. ” Wul, ini gw Kathse. besok kerjaan harus dah jadi. Jangan
molor lagi. gw pecat lw jadi teman” Omel Kitshe dari seberang sana.
“Hah… OK. besok dah selesai kok. ini tinggal final touch. udah gw
lembur. Besah ok ketemu di warung kampus sore-sore. Deal?”
“Ok… Deal. eh lw parah, Wul. jam 13:20 baru bangun”
“Hah… wouh….,Udah dulu, Kitsh!!!…Tet” telepon terputus, Kriwul loncat
dari dipan, dengan tergesa cuci muka, pakai pembersih, ambil buku, dan
empat potong roti. ” Gila … kemarin udah 2 hari ngak masuk kelas
sekarang terlambat pula” Kriwul lari keluar apartemennya.
“tok…tok…, anhyongseo” Kriwul masuk kelas dengan Self Confident 120%
meski telat 2 jam kuliah. ” Ah.. paling tidak masih ada 50 menit
kuliah” Kriwul tersenyum.
“Kriwul…” panggil Mr.Sneil, pengampu social comunication,” You know
that you late 2 hour lecture. no attendance for you. You can go out”
“That is fine with me, Mr.Sneil. I’m not in need of any credit,
certification, your recognization. I just want your knowledge and
wisdom of social communication” Kriwul tersenyum, senyum seorang
pelajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H