Kasus Samsul Medan yang ramai menjadi pembicaraan publik, merupakan kasus human trafficking dan kekerasan dalam rumah tangga sekaligus. Kasus ini mencuat karena adanya korban meninggal, dan dikubur di dalam rumah, serta adanya korban yang cacat fisik akibat penyiksaan Samsul dan keluarga.
Kini Samsul dan keluarga sudah dicebloskan oleh aparat kepolisian Polda Sumatera Utara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Suatu tindakan yang tidak berprikemanusiaan sama sekali. Memperlakukan calon TKW dan PRT layaknya budak, seperti zaman abad pertengahan.
Kasus Samsul ini membuat publik tersentak, betapa para pekerja perempuan amat sangat rentan terhadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Ikhtiar pemerintah untuk menekan kasus human trafficking dan KDRT justru timbul arus balik. Dimana kasus semisal semakin banyak.
Pemerintah Propinsi Sumatera Utama, menemukan fakta, walaupun sudah mengeluarkan Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, nyata dari tahun ke tahun kasus semisal semakin bertambah banyak. Fakta ini terjadi lantaran peningkatan kesadaran hak dan hukum dari perempuan untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya ke aparat penegak hukum.
Keberadaan regulasi dan institusi yang menangangi perlindungan perempuan dan anak, telah menumbuhkan keberanian serta keyakinan akan perlindungan hukum dari negara. Tindakan kekerasan apa pun, pasti akan mendapatkan ganjaran yang setimpal.
Apalagi dalam konteks penegakan hukum di Medan misalnya, pelaku KDRT mendapat hukuman yang tinggi. Ada yang divonis 13 tahun penjara, dan kewajiban bayar restribusi bagi korban, sebagaimana ketentuan Pasal 44 Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Proses penegakan hukum ini yang menyakinkan publik, terutama perempuan korban tindakan kekerasan, untuk tidak membiarkan kasus yang dialaminya begitu saja. Justru, muncul kesadaran untuk melaporkan demi perwujudan keadilan, penegakkan hukum dan pendidikan publik.
Oleh sebab itu, peningkatan kasus human trafficking dan KDRT tidak dibaca sebagai kegagalan dari pemerintah dalam melindungi rakyat dari tindakan kekerasan, melainkan juga harus dibaca keberhasilan dari pemerintah membangun kesadaran hukum warganya, untuk membela hak-haknya sendiri, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam konteks ini, keberadaan regulasi dan instutusi perlindungan perempuan dan anak, lebih memiliki fungsi edukatif dan advokatif. Regulasi dan institusi itu merupakan salah satu perangkat untuk membangun kesadaran hukum warga negara, serta bukti keberpihakan dan pembelaan negara terhadap perempuan korban tindakan kekerasan.
Jadi, dalam kasus human trafficking dan KDRT, posisi negara sangat jelas. Negara lah yang melindungi dan negara pula yang membela para korban. Para pelaku bukan sekadar berhadapan dengan korban seorang secara individual, melainkan juga berhadapan dengan negara secara institusional. Sehingga, uang dan kekuasaan tak akan banyak membantu para pelaku. Malah, para pelaku juga menjadi musuh bersama publik.
Publik menempatkan perempuan sebagai makhluk yang lemah. Negara dan rakyat yang harus hadir untuk menguatkan posisinya di hadapan hukum dan pemerintah. Negara dan rakyatlah yang akan mengambil posisi perempuan dalam menghadapi orang per orang atau lembaga yang ingin melemahkannya.
Publik jelas mengingatkan perempuan yang kuat. Sebab, perempuan itu merupakan pilar negara. Tegak runtuhnya negara bergantung pada bagaimana negara itu sendiri memperlakukan perempuannya. Kuat lemahnya negara juga bergantung pada bagaimana cara negara itu sendiri menempatkan perempuaannya. Dan begitu seterusnya.
Sejak 15 abad yang silam, Rasulullah SAW sudah mengingatkan: al-mar'atu imadul bilad, waidza sholuhad sholadul bilad, waidza fasadad fasadul bilad (perempuan itu tiang negara, jika perempuannya baik, maka negaranya baik, dan bila perempuannya buruk, maka negaranya juga buruk). Bagaimana dengan Indonesia memperlakukan dan menempatkan perempuan Indonesia, lalu, kini dan esok? Biarlah sejarah yang menjawabnya.
*Moch Eksan, Ketua DPD Partai NasDem Jember, dan Anggota Komisi E DPRD Propinsi Jawa Timur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H