[caption id="attachment_175026" align="aligncenter" width="425" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Yth, Bapak Kapolri Hari ini, Senin 5 Maret 2012 saya mengurus perpanjangan SIM di Satlantas Kabupaten Bekasi. Ini adalah kesekian kali saya mengurus SIM. Sebelumnya saya mengurus SIM di Polres Kota Bekasi, dan hari ini saya mengurus di Kabupaten Bekasi. Lokasi kantor pengurusan SIM terletak persis di pinggir Kali Malang sekitar 5 kilometer dari arah Cibitung. Saya menelurusi jalanan pinggir Kali Malang, dan dalam perjalanan ternyata masih ada beberapa ruas jalan berlubang, sehingga perjalanan agak tersendat. Setelah memasuki area kantor saya terus memarkir motor saya. Di beberapa titik tampak para calo yang menawarkan jasa dan dikerumuni beberapa orang yang sibuk membawa berkas, mungkin itu adalah sebagian orang yang mengurus melalui jasa calo. Seperti di kantor-kantor pemerintah lainnya, di sana terpampang beberapa papan pengumuman dan petunjuk yang intinya mengedukasi masyarakat tentang lika-liku pengurusan SIM. Pun spanduk himbauan agar tidak menggunakan calo dalam mengurus SIM. Saya memang baru kali ini datang di kantor itu, sehingga titik-titik loket belum tahu. Sehingga saya harus banyak bertanya. Untuk pertama kali saya datang di bagian Klinik/ Kesehatan. Entahlah apa fungsi dari loket itu, toh kita tidak menerima perlakuan terkait dengan cek kesehatan atau apapun dari petugas yang ada di sana. Saya langsung membayar uang kesehatan itu sebesar Rp. 20.000,00. Di loket itu selain membayar uang tersebut saya menyerahkan foto copy KTP. Kemudian copy KTP itu disteples bersama formulir yang diisi oleh petugas. Dari Klinik, bermodalkan berkas itu,  saya disarankan saya untuk ke bagian Asuransi. Di loket Asuransi saya membayar lagi dana Asuransi sebesar Rp. 30.000,00. Di loket itu saya mendapatkan lagi tambahan berkas beserta satu kartu Asuransi. Kartu tersebut dikeluarkan oleh PT. BHAKTI ASURANSI BHAYANGKARA dengan berkodekan huruf C, sebagai indikasi kalau SIM yang sedang saya urus adalah SIM C. Kartu yang belogo huruf B dan berbintang berjumlah tiga itu ada tulisan "KARTU ASURANSI KECELAKAAN DIRI PENGEMUDI (AKDP)" yang bernomor 0000.0015.4196. Di bagian belakang kartu itu tertulis beberapa ketentuan penting terkait dengan hak-hak pemegang SIM. Dengan berbagai prosedur yang tertulis sebetulnya pemegang SIM akan mendapatkan santunan sebesar Rp. 2.000.000,00 untuk meninggal dunia, Rp. 2.000.000,00 untuk cacat tetap, dan tunjangan rumah sakit sebesar Rp. 200.000. Sekali lagi dengan prosedur tertentu para pemegang SIM, bila mengalami tersebut di atas akan mendapatkan hak-haknya. Setelah dari Asuransi, berkas saya tambah banyak. Dengan modal berkas itu saya saya menuru ke loket Bank untuk membayar biaya sebesar Rp. 75.000,00 untuk perpanjangan. Selanjutnya saya disarankan untuk mengambil formulir pendaftaran di loket 1. Saya mendapatkan formulir lengkap yang harus diisi untuk selanjutnya diserahkan kembali ke bagian penerimaan di loket 2. Setelah menyerahkan berkas-berkas saya ditawari untuk membeli kantong SIM Rp. 5000,00 namun saya menolak. Saya langsung menuju kursi tunggu. Nampak di pojokan ada susunan air mineral gelas yang ditujukan untuk para pengurus SIM. Ketika menunggu itu saya terlibat obrolan dengan rekan lain yang mengurus juga. Sembari ngobrol dengan teman sebelah, saya lirik kesana kemari namun saya tidak menemukan kipas angin sama sekali karena udara panas sekali. Entahlah, apa siang itu representasi hari-hari biasanya atau hari itu saja. Masa kantor layanan masyarakat seperti itu tidak ada kipas angin sama sekali. Banyak terurai dalam  obrolan itu. Rekan tersebut tinggal menunggu, karena mengurus melalui calo orang dalam. Dia membayar Rp. 200.000,00. Menurutnya, dia tidak enak karena ada teman yang menjadi petugas di dalam, sehingga dengan setengah terpaksa ia harus menyerahkan berkas itu kepada temannya. Tiba-tiba nama saya dipanggil. Saya pikir saya dipanggil untuk diidentifikasi dan foto. Saya dipanggil oleh petugas yang berada di kantor loket 3. Di sana nampak ada beberapa orang yang sedang menghadapi test teori. Ternyata saya dipanggil masuk terus. Di sana ada petugas yang memanggil saya sebelumnya. Dengan bahasa jawa yang sopan, petugas berperawakan tinggi besar dan  hanya mengenakan kaos lengan panjang tanpa nama yang bersangkutan, mempersilahkan saya duduk. Petugas itu bilang kalau saya dikenakan lagi Rp. 50.0000,00 lagi. Saya tanyakan uang apa itu, bukannya saya tadi sudah bayar semua. Dia bilang semua orang dikenakan uang itu dan dimanfaatkan untuk operasional. Saya tegaskan lagi untuk operasional.  Itu ketentuan dari sini. Saya ingin pastikan apa kegunaan uang itu dan sekalian minta kwitansi bukti pembayaran. Dia bersikeras tidak ada kwitansi. Kemudian saya tawar menjadi Rp. 20.000,00. Katanya aturannya memang segitu, dan akhirnya Rp. 50.000,00 pun melayang. Dengan tidak ikhlas, akhirnya saya merogoh kantong juga untuk petugas itu. Setelah selesai, saya langsung diminta untuk menunggu foto. Tidak lama kemudian saya dipanggil untuk foto. Di depan saya juga ada orang yang mencoba untuk mengikuti prosedur pengurusan, namun kena juga dan harus membayar lagi Rp. 50.000,00. Dengan menggerutu dia berbisik-bisik kepada saya tentang perilaku polisi itu. Setelah kira-kira lima menit nama saya dipanggil untuk menerima SIM yang telah jadi. Setelah itu saya dipersilahkan untuk memencet salah satu dari tiga tombol yang bertuliskan 'SANGAT PUAS', 'PUAS' dan 'TIDAK PUAS'. Dengan perjalanan pengurusan SIM hari ini saya memberi hadiah polisi dengan memencet tombol "TIDAK PUAS" karena dengan serta merta dan terorganisasi kepolisian telah memalak hak susu anak saya Rp. 50.000,00. Terima kasih Bapak Kapolri.... Semoga Tuhan menuntun Bapak dan semua staff kepada jalan yang lebih benar..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H