Setiap kali membaca tulisan “SOLO THE SPIRIT OF JAVA”, kenangan saya selalu muncul dan terbayang-bayang kota Solo dengan kekhasan titik-titik kotanya, budaya dan makanan khasnya. Namun sayangnya, kekhasan Solo tersebut kadang hanya dapat dinikmati di dunia maya, dengan video dan gambar-gambarnya bagi mereka yang sedang berada jauh dari kota itu. Terlebih di kota Jakarta yang notabene, semua jenis masakan dari daerah manapun, baik dalam maupun luar negeri, telah mewarnai keseharian kita. Kalaupun ada, tidak ditangani dengan benar-benar “sentuhan” Solo dengan segala feature-nya yang tidak terlupakan.
Pada hari Senin pagi pekan lalu, saya berangkat ke kantor lewat Jl. Pondok Kelapa Raya… Di sana terpampang tulisan “Nasi Liwet Solo (NLS) Buka mulai jam 06.00 pagi”. Kebetulan saya berasal dari kawasan Solo Raya dan susah mendapatkan nasi liwet beneran yang lengkap seperti yang pernah saya nikmati di Solo.
Karena demi bernostalgia di Solo dulu, saya akhirnya memutuskan untuk merapat di NLS dan menyantap Nasi Liwet yang benar benar lengkap khas Solo. Di luar dugaan Saya, ternyata bukan hanya Nasi Liwet yang membuat saya terpesona, namun terdapat varian produk yang disajikan oleh rumah makan tersebut. Selain nasi liwet, terdapat juga Soto Kartosuro; Soto Babat/ Ayam ,Bebek Goreng , Babat Gongso dan Nasi Goreng. Semua itu memang menu branded dari Solo.
Sebagai bahan pertimbangan jika pembaca rindu Solo, di rumah makan tersebut juga tersedia, minuman Beras Kencur, Gula Asam dan Teh “oplosan” khas Solo dan hiasan photo bernuansa Jawa Tengah. Pastinya nuansa Solo tersebut menambah kesan ber”suasana kampong” semakin kental, apalagi jika ditambah lantunan musik langgam Jawa, akan semakin menambah kesan mantap dan ngangeni.
Pada kesempatan pagi itu, saya hanya menyantap Nasi Liwet dan Teh Manis khas solo yang Nasgithel- panas legi dan kenthel- yang tidak saya temukan di tempat manapun di kawasan Jabotabek. Kata Pak Arifin, sang juru masak yang asli Kartosuro itu, konon teh diramu dari dua merek teh yang aromanya paling disukai oleh masyarakat Solo . Ketika saya tanya merek tehnya, ternyata merek dirahasiakan.
Menghadirkan kuliner Solo di kota Jakarta dengan menyajikan “makanan khas daerah yang nikmat dan menggugah selera makan” merupakan misi kami, kata Fauzi , penanggung jawab rumah makan, yang kebetulan pagi itu juga sedang sarapan Soto Babat… Beliau menjelaskan “semuanya mengangkat makanan khas Solo, bahkan kami juga menggunakan piring dan cangkir jadul alias kuno untuk lebih mengingatkan masa lalu kita di Solo”, dengan sangat antusias.
Merintis NLS memang tidak mudah, “karena kami harus mengadakan edukasi kepada masyarakat Jakarta untuk jajan pada saat sarapan pagi” kata penanggung jawabnya. Sementara ini di Jakarta menu sarapan favorit di pagi hari banyak didominasi dengan ketupat sayur, ketoprak, soto dan lontong opor. Fauzi mengakatan bahwa, Nasi Liwet Solo siap bersaing dengan makanan sarapan lainnya dengan harga per porsi biasa sekitar Rp. 10,000,-.
Nasi Liwet Solo ini baru dibuka pada tanggal 17 Agustus 2015 dan mempunyai keinginan untuk mengembangkan cabangnya sebanyak mungkin dengan sistem franchise mulai tahun 2016. Targetnya tidak muluk-muluk, jika jam buka 06.00 – 10.00 dan laku 100 an porsi atau Rp. 1,6 Jt, dijamin akan banyak masyarakat Jakarta yang ingin membuka cabang kami.
Selain itu, misi cinta “makanan khas daerah” juga mendorong pemilik untuk terus mengembangkan identitas keIndonesiaan. Sehingga makanan-makanan khas nusantara benar-benar menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H