Mohon tunggu...
Mobit Putro W.
Mobit Putro W. Mohon Tunggu... Dosen - Bergelut dengan bahasa

Hidup itu bukti sebuah kematian....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merindukan Menulis

2 Mei 2013   11:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:15 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menulis adalah berkreasi. Dengan menulis kita tidak hanya menelusuri bercak-bercak ilmu yang pernah kita baca, kita diskusikan dengan rekan, kita dengar, kita pelajari, namun sejatinya kita juga belajar banyak hal. Kita belajar bagaimana menstimulasi pembaca agar bisa membaca, atau paling tidak, ada niatan membaca hingga tulisan berakhir.

Pada tulisan rekan Mohammad Armad, yang menyayangkan adanya seorang profesor yang miskin karya ilmiah, menandakan bahwa ternyata menulis yang bagi sebagain orang sangat mudah, namun bagi seorang profesor tidah mudah. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Apakah kesibukan pekerjaan di luar sana dapat dijadikan alasan untuk tidak menulis bagi seorang profesor.

"Nama" profesor adalah gelar jabatan akademik tertinggi, karena tidak ada jabatan yang lebih tinggi dari itu. jalan yang ditempuh untuk menuju ke sana pun tidaklah mudah. Mereka harus memiliki kompetensi "minimal" tentang kepenulisan, sehingga tulisan yang dihasilkannya tidak mengandung unsur plagiarism.

Kita tentu masih ingat, cerita-cerita lucu yang semestinya tidak perlu terjadi di "telatah" pendidikan tinggi kita. Anda bisa bayangkan jika seorang profesor hingga dilengserkan karena akibat plagiasi. Bagaimana mungkin, seorang profesor mengandalkan "copy and paste" dalam menekuni dunia keilmiahannya.  Akhirnya, bila hal itu terjadi, sang profesor benar-benar dipermalukan oleh dirinya sendiri yang tidak menghargai etika dunia ilmiah.

Cerita lucu itu, ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Penulis pernah menulis di sini, bahwa seorang profesor di luar negeri sana menggunakan data yang tidak benar dalam penelaahan karya ilmiahnya. Sehingga kita semua bisa tebak, bagaimana jika sebuah karya ilmiah "karya seorang profesor" didasari oleh data-data penelitian palsu.

Dari contoh sederhana itu, kita (khususnya penulis) merasa bahwa menulis itu bukan perkara yang mudah ketika keberadaan kita diukur dari posisi akademik. Berbeda dengan tulisan-tulisan yang "lepas" dari itu yang berkesan tidak akan berdampak secara sosial. Walaupun dari aspek hukum, ketika seseorang melakukan kesalahan yang mengadung delik hukum (menghina, pencemaran nama baik seseorang) akan menghadapi sangsi hukum yang sama.

Tetapi bahwa menulis itu mudah, sebagian orang sepakat. Namun untuk menulis yang memiliki dampak positif itu lebih sulit.

Jalan yang paling tepat untuk selalu meningkatkan kualitas tulis-menulis kita, walaupun tidak rutin menulis, minimal ada kerinduan menulis. Karena menulis menunjukkan eksistensi kita, bahwa kita adalah makhluk yang berpikir, membaca, menelaah, menilai dan ingin menjadi yang lebih baik dari yang saat ini kita miliki.

Tetap rindu menulis, agar tulisan-tulisan kita juga rindu dengan kita untuk sesekali kita tengok, bahwa itu pernah terlintas dalam pikiran kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun