Hari ini benar-benar hari bersejarah di perburuhan Bekasi. Ribuan buruh itu benar-benar mampu melumpuhkan semua jalan yang terhubung dengan tempat dimana demo itu dilakukan. Semua jalan yang melewati Bekasi, Cikarang, bahkan Jakarta benar-benar menjadi lumpuh total.
Saya betul-betul merasakan ekses itu yang terjebak hingga hampir dua jam. Perjalan dari jakarta Design Centre ke arah timur macet. Mobil hanya bisa merambat celah demi celah. Itu pun saya akhirnya dapat keluar di tol Jati Bening.
Saya lihat banyak mobil yang kearah timur menanti di pinggiran tol. Mobil pribadi, mobil box, bis-bis dalam dan luar kota pun tak bisa berkutik. Mereka terus menunggu entah hingga kapan mereka harus menunggu di jalan tol.
Tak ayal, kemacetan total ini dimanfaatkan juga oleh para pedagang asongan untuk menjajakan dagangannya di sepanjang tol yang saya lalui. Tampak di depan saya belum ada perbuahan, masih berhenti dan maju secelah demi secelah.
Kita tentu tidak bisa merasakan hati para pengemudi yang lain. Apakah mereka gundah laiknya hati para pejabat, apakah mereka bersikap laiknya kaca mata APINDO, atau menyikapi ini seperti para pengusaha yang memiliki usaha di kawasan industri, atau mereka berempati dengan para buruh yang sedang berdemo itu.
Yang pasti, mereka adalah bagian dari yang saya sebutkan. Senetral-netralnya yah agar masalah itu dapat terselesaikan dengan kemenangan semua pihak. Rekan-rekan buruh juga puas dengan tuntutannya, APINDO juga rela menerima keputusan, pemerintah pun dalam hal ini pihak Kabupaten Bekasi, Propinsi Jabar dan Pemerintah pusat mampu memposisikan pada posisi yang sebenarnya.
Pertanyaan kita tentunya mengapa fasilitas umum seperti jalan tol saat ini sering dijadikan tempat berdemo? Saya, dari kacamata saya, mengatakan bahwa demo di jalan tol itu lebih efektif, dari pada harus berjalan-jalan sepanjang jalan hingga menduduki area DPR. Atau mumgkin tempat-tempat lain. Penyumbatan jalan tol memang lebih berdampak kepada jalannya roda perekonomian dan bisnis di daerah terdekat. Bahkan lebih dari itu, karena banyak pengiriman-pengiriman komoditi menjadi terhambat dan terlambat sampai tujuan.
Beberapa waktu lalu, demo sejenis juga dilakukan oleh teman-teman buruh di daerah Serang. Ekses dari itu juga tidak jauh dari yang saat ini terjadi di Bekasi. Mematikan jalur lalu lintas. Saya yakin, kelak model demo seperti ini akan dijadikan sebagai tren menyampaikan aspirasi, bila saluran-saluran penyampaian aspirasi tidak terbuka.
Kalau sudah demikian, lalu siapa yang akan bertanggung jawab? Pemerintah daerah kabupaten dan propinsi tidak bisa mengendalikan massa yang berkumpul. Bahkan dari sebuah radio ibu kota, para buruh masih akan melakukan hal yang sama ketika pemerintah dan pihak-pihak terkait memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
Nah!? Lho?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H