Kita tentu masih ingat perdebatan kiamat pada 12-12-12 beberapa bulan lalu. Ada yang percaya. Ada yang tidak. Lalu ada yang menghubung-hubungkan secara ilmiah. Macam-macam saja dan ada-ada saja. Berita-berita tentang kiamat seperti itu menjadi perbincangan manis ketika menjelang tahun 2012 kemarin.
Orang-orang yang kepala rambut sama hitam, tentu memiliki cara pandang dan cara berfikir yang tidak sama pula. Gejala-gejala kiamat memang sudah terlihat pada saat ini. Tugas kita tentunya bagaimana kita mempersiapkannya sebaik mungkin sesuai dengan kepercayaan kita masing-masing. Hal lain tentu yang dipikirkan oleh kaum atheis yang tidak memercayai bahwa Tuhan itu ada dan Kuasa dengan kekuasaannya. Tetapi kita tidak akan membahas itu di sini.
Orang-orang pun punya persepsi yang berbeda tantang kiamat. Hal mendasar yang menjadi pertimbangan adalah berita-berita yang diusung oleh keyakinan kita masing-masing. Tak usah berbicara perbedaan itu, tetapi saat ini kiamat memang sedang berlangsung.
Dalam pemahaman umat Islam, kiamat itu ada dua; kiamat kecil dan kiamat besar. Kiamat kecil mengandung arti rusaknya kehidupan ini secara mikro dan kiamat besar lebih pada hancurnya dunia dengan segala isinya secara masif. Kiamat kecil dalam konteks ini adalah kerusakan-kerusakan dan terus menurunnya kapasitas makhluk hidup penghuni bumi ini. Bisa secara individu, kelompok maupun dalam skup yang lebih besar, negara misalnya.
Dalam lingkup personal, kematian-kematian entah disebabkan oleh kecelakaan atau kerusakan individu baik disebabkan ketidakpedulian yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri. Juga ancaman kecelakaan yang selalu mengintai yang mengakibatkan kerusakan atau bahkan kematian. Sebagai gambaran riil adalah ketika akhir-akhir ini banyak kecelakaan kendaraan baik sendiri-sendiri atau bersama-sama. Kecelakaan sendiri-sendiri bisa disebabkan oleh ketidakpedulian pada aturan lalu lintas atau bertindak anarkis di jalan raya. Sehingga hal itu bisa menimbulkan kerugian harta atau bahkan nyawa.
Pun dalam lingkup kolektif, kecelakaan-kecelakaan yang akhir-akhir ini terjadi adalah gambaran perusakan kehidupan ini. Kejadian kecelakaan Bis Kurnia Bhakti di Bogor dan kecelakaan lain di Brebes, Majalengka, yang semuanya akibat lepasnya kendali sopir dalam mengemudi sehingga berakibat fatal, menyebabkan meninggalnya banyak orang yang tidak bersalah. Belum lagi kasus bis Sumber Kencono di Jawa Timur yang telah berulangkali ketahuan ugal-ugalan. Akibatnya pun dapat ditebak. Belum ulah latah beberapa pilot yang mengkonsumsi narkoba, yang menunjukkan kebodohan yang amat sangat. Mereka bukan orang-orang yang tidak terdidik, tetapi orang-orang pilihan namun amat bodoh. Ironi!
Hal lain yang secara kolektif bisa membinasakan kehidupan seseorang adalah kecenderungan orang tidak mampu menahan emosi, sehingga sering terdengar pertumpahan darah antar kampung atau desa. Kejadian di Sulawesi dan Lampung adalah gambaran riil bahwa sebagian anggota masyarakat Indonesia tidak berpikir saling menghargai diantara satu dengan yang lain. Sehingga ketika ada masalah sedikit di antara mereka, gerak pertama yang digunakan adalah emosi dan kemarahan.
Bisa juga mereka semua merasa frustasi hidup di negara yang tidak ada suri tauladan. Mereka sudah sulit mencari orang yang dapat dicontoh. Dengan demikian mereka bingung mencari orang atau tokoh yang mengayomi masyarakat sehingga kehidupan masyarakat akan sejuk dan tenang. Alih-alih para pimpinan mereka mensejahterakan kehidupan, mereka malah sibuk dengan urusan kepartaian, jabatan dan persiapan pemilu. dari tahun ketahun nyaris mereka tidak mendapatkan hak-haknya sebagai rakyat yang harus diperhatikan.
Kepedian terus berlangsung dan tak pernah berhenti. Belum kehidupan mereka tenang karena kecukupan urusan kebutuhan primernya; pangan, sandang dan papan, mereka harus siap-siap menghadapi kesulitan ekonomi ketika subsidi bahan bakar dihilangkan. Yang kita tahu, bahwa penghilangan itu pasti akan membawa efek domino yang luar biasa pada kehidupan mereka. Di sini pemerintah kelihatan betul hanya membela orang-orang kaya dan bermobil. Pemerintah nampak tidak pintar memecahkan masalah subsidi premium dan optimalisasi pertamax. Rakyat kecil akan menjadi korban lagi, merasakan ketidakpintaran pemerintah membuat kebijakan.
Tak kalah hebatnya, tentunya terkait dengan kemerosotan karakter asli Indonesia. Dari pergeseran falsafah hidup, degradasi nilai yang nampak dari kecenderungan berpikir ala kebarat-baratan dan berpakaian bergaya kebarat-baratan pula. Pembiaran kebebasan berekspresi negatif terus dikembangkan oleh beberapa pihak yang doyan hal itu. Dengan alasan hak asasi mereka terus berjuang berdasarkan logika mereka, tanpa menghormati kewajiban asasi.
Pun stigma-stigma negatif terhadap upaya penegakan martabat bangsa terus dikembangkan sehingga seolah-olah, hak asasi saat ini telah menggantikan peran Tuhan. Hak asasi menjadi hukum dari segala sumber hukum, sehingga kemuliaan agama-agama di Indonesia tidak lebih baik dari pada hak asasi itu sendiri. Mereka sejatinya tidak menyadari bahwa hak asasi yang terus digaungkan itu adalah bentuk dari penjajahan dunia barat setelah mereka gagal menjajah bumi pertiwi ini.