Mohon tunggu...
Mobit Putro W.
Mobit Putro W. Mohon Tunggu... Dosen - Bergelut dengan bahasa

Hidup itu bukti sebuah kematian....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lebay, Gugatan Terhadap Marzuki Alie Soal Pernyataannya di UI

9 Mei 2012   03:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:31 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13365424351383510772

[caption id="attachment_187235" align="aligncenter" width="620" caption="Ketua DPR RI, Marzuki Alie/Kompasiana (KOMPAS/Aswin Rizal Harahap)"][/caption] Sekali lagi Marzukie Alie, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga Kompasianer menjadi perbincangan hangat. Orang-orang yang dari dulu "geram" dengan perkataan-perkataan sang Ketua DPR yang dinilai sering membuat pernyataan kontroversial, hari-hari ini tambah geram, pun karena pernyataaannya kembali. Ada beberapa catatan tentang hal yang dinilai kontroversial yang diciptakan oleh Marzuki Alie misalnya soal bencana tsunami adalah resiko warga yang tinggal di pantai, pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi, soal tenaga kerja Indonesia, dan yang terbaru adalah "Koruptor adalah orang-orang pintar. Mereka bisa dari anggota ICMI, anggota HMI, lulusan UI, UGM dan lainnya." Dalam konteks pembicaraan Marzuki nampaknya tidak ada yang berlebihan, karena yang dibicarakan adalah bagaimana lulusan Perguruan Tinggi itu memiliki akhlaq yang baik dan memiliki karakter yang kuat. Lagian, kita sudah paham tentang perilaku beberapa pejabat yang diduga atau menjadi tersangka korupsi. Saya bukan anggota atau pemerhati politik, hanya saja melihat dari konteks pembicaraan ketika Marzuki menyampaikan kuliahnya. Tidak ada hal-hal yang menjurus ke perguruan tinggi tertentu tetapi lebih dalam konteks yang lebih luas. Di pernyataannya, Marzuki mengatakan "yang lainnya" yang artinya semua perguruan tinggi memiliki kans yang sama. Marzuki bahkan tidak hanya menyebut perguruan tinggi, tetapi juga organisasi "cendekiawan muslim" ICMI. Toh, hal itu tidak membuat organisasi ICMI kebakaran jenggot. Kita harus melihat pernyataan Marzuki Alie itu secara positif. Siapapun berhak untuk mengkritisi perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, baik yang biasa-biasa hingga yang top-top, toh pernyataan Marzuki juga tidak salah. Masyarakat sudah pintar menilai dan tidak perlu dibawa-bawa ke ranah sentimen jabatan dan hukum. termasuk ketika salah satu pejabat atau siapapun menyampaikan kritiknya terhadap lembaga tertentu. Saya melihat bahwa orang yang "terlalu" bereaksi terhadap kritikan justru malah orang-orang anti kritik. Termasuk gugatan yang disampaikan kepada pengkritik, lebih-lebih kritikannya adalah kritikan yang konstruktif. Mereka seharusnya malah berterima kasih atas masukan itu. Apa yang disampaikan Marzuki dalam konteks ini, menurut saya, adalah tepat. Beliau tidak menjustify perguruan tertentu secara khusus. Sebaiknya justru kritikan itu dijadikan cambuk untuk memperbaiki lembaga, proses pengajaran, kurikulum, evaluasi, juga membangun karakter mahasiswanya agar semua alumni bisa menjaga amanah almamater agar tidak terjatuh di dunia yang kontra dengan hakekat pendidikan itu sendiri. Bukan malah kebakaran jenggot, ikut-ikutan tidak objektif melihat permasalahan. Sekali lagi masyarakat Indonesia sudah pintar menilai. Orang-orang terhormat lulusan dari perguruan tinggi juga seharusnya mampu membuktikan bahwa mereka bukan bagian dari aksi korupsi, baik di tataran eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Saat ini sebaran alumni beberapa perguruan tinggi "TOP" memang sudah luas, di segala elemen masyarakat. Ada yang menjadi presiden, anggota DPR dan pejabat tinggi lainnya, pimpinan partai, menteri, jaksa, hakim, gubernur, bupati dan wali kota, pegawai negeri. Mereka ada yang positif, tetapi yang negatif juga ada. Ada yang menjadi inspirasi pembangunan dan karakter bangsa, ada juga yang menjadi nara pidana, mantan nara pidana, sedang proses hukum dan masih dalam incaran hukum. Dan sekali lagi buktikan bahwa kita bukan bagian dari yang dituduhkan, bukan malah "sok berjuang" membela-bela yang sering malah diindikasikan bahkan kita adalah bagian dari itu, sehingga kita harus kebakaran jenggot, seperti alumni salah satu perguruan tinggi negeri yang master hukum, namun tidak "cerdas" memahami konteks masalah dan semantika sebuah pernyataan. Di mana kira-kira kita semua? Kita sendiri yang tahu jawabannya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun