Masih segar dalam ingatan kita tentang perilaku plagiarime yang justru dilakukan oleh para dosen, malah menyandang titel profesor. Tentu peristiwa-peristiwa "kemerosotan ilmiah" itu sebagai gambaran kondisi dunia pendidikan kita saat ini.
Pencopotan titel profesor pada guru besar Universitas Riau, Profesor I. I. yang terbukti telah melakukan plagiarisme buku Sejarah Maritim dari buku Budaya Bahari karya Mayjen Joko Pramono adalah bukti bahwa penulisan yang baik tidak selalu dipahami oleh profesor. Selain itu dipecatnya Profesor Anak Agung Banyu Perwita dari staf dosen Universitas Khatolik Parahyangan (UNPAR) Bandung karena kasus plagiarisme juga menandakan ketidaklihaian para dosen dalam membuat tulisan dan ketidakpahaman pada aturan yang ada.
Hal lain yang menyedihkan juga terhambatnya kenaikan pangkat dan karir 1.500an dosen di Universitas Sam ratulangi Manado sebagai akibat dari ulah beberapa dosen yang juga profesor, yaitu Profesor LK, TS, AS yang melakukan tindakan kontroversial dan dosa dalam ranah intelektual.
Tentu, peristiwa-peristiwa tersebut bukanlah peristiwa sederhana, namun lebih ibarat meruntuhkan bangunan pendidikan di Indonesia. Benang merah yang dapat ditelisik adalah bila masyarakat (terutama mahasiswa) yang berasal dari latar belakang kualitas tang berbeda saat ini masih keberatan adalah wajar. Orang sekelas profesor saja tidak lepas dari masalah kepenulisan. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya Kemendiknas lebih arif dan bijaksana dalam menerapkan kebijakan-kebijakannya. Jangan sampai bangunan-bangunan itu runtuh, hanya karena mengejar idealisme yang tidak mengakar, gengsi atau apalah namanya.
Maka dari itu sebaiknya pemberlakuan itu dibuat bertahap, sambil mempersiapkan segala sesuatu. Kampus juga dapat membenahi kualitas pengajaran terkait dengan karya ilmiah, membangun infrastrukturnya dan pemerintah juga menyiapkan segala hal yang menunjang implementasi program itu.
Sekali lagi semoga Pak Menteri akan lebih arif dalam menjalankan tugas-tugas di kementriannya. Sehingga pembangunan negara melalui pintu pendidikan ini, bisa menjadi andalan dan contoh bagi kementrian lain. Ternyata mentri tidak selalu benar.
Ditulis dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H