[caption id="attachment_174044" align="aligncenter" width="349" caption="bad lawyer"][/caption] Dalam berbagai acara Indonesia Lawyer Club dan berbagai sidang di pengadilan kita banyak tahu siapa sejatinya Advokat itu. Di sanalah tempat orang-orang yang tersemat kata "Penasehat Hukum". Selama ini yang saya pahami dari perspektif orang awam, Penasehat Hukum = Pembela Terdakwa. Dua termin itu secara sepintas sungguh berbeda. Betapa tidak, penasehat hukum, menurut pemahaman semantik adalah seseorang yang memang menasehati (memberi nasehat terkait dengan hukum yang berlaku) terdakwa dengan harapan terdakwa atau orang yang sedang dirundung masalah memahami seluk beluk masalahnya dari aspek hukum. Dalam konteks ini, seharusnya penasehat hukum berperan sebagai seorang penasehat saja. Seorang penasehat, laiknya penasehat, ya memberi nasehat. Namanya nasehat juga seharusnya mengarah kepada perbaikan atau pertumbuhan positif. Misal misalnya, Penasehat Bahasa, Penasehat Pendidikan, Penasehat Perkawinan dan lain sebagianya. Kesemuanya harus membawa ekses positif kepada orang yang dinasehati, walau hasilnya tidak selalu positif. Demikian juga penasehat hukum harusnya memberikan nasehat hukum kepada terdakwa. Harapannya juga sama, agar terdakwa bisa memahami hukum dengan baik. Dengan demikian proses hukum yang sedang dijalani, bisa lebih lancar dan baik dan tidak bertele-tele. Lancar karena semua keterangan atau bukti hukum bisa dijadikan sebagai bahan dalam mencari kebenaran. Terdakwa yang awalnya tidak tahu hukum menjadi tahu. Terdakwa yang awalnya berbelit memberi kesaksian menjadi lancar dan terbuka, karena ia pun telah disumpah atas nama Tuhan. Dengan demikian si terdakwa akan menjadi lebih kooperatif dan mampu memahami dampak-dampak yang akan timbul ketika hukum berdiri dengan kokoh. Berbeda dengan pemahaman ideal tersebut, para Pesasehat hukum yang saat ini ada sering dipahami telah melenceng dari nilai-nilai idealisme Penasehat Hukum sendiri. Entahlah sebetulnya siapa yang memulai mengeser hal itu, sehingga terkesan bahwa Penasehat Hukum itu tugasnya membela terdakwa agar terbebas dari jeratan hukum. Dengan pergeseran makna ini mengesankan bahwa Pengacara itu nampak lucu dan tergopoh-gopoh menasehati ( eeeeee, membela) terdakwa. Dengan kata lain pengacara itu tugasnya membawa terdakwa bebas dari tuduhan. Sehingga pengacara atau penasehat hukum mati-matian dalam melakukan aktivitas pembelaan atas kliennya. Lihat saja ulah para penasehat hukum itu, dari yang katanya Pengacara hebat, pengacara para koruptor, atau pengacara masalah-masalah besar yang sering muncul di media, cenderung lebay (berlebih) dalam menjalankan tugasnya memberikan nasehat hukum. Banyak dari mereka yang sombong atas keberhasilannya membebaskan kliennya dari jeratan hukum, banyak pula yang arogan karena kaya raya dengan aktivitasnya, kadang sering terlihat tangannya yang penuh berlian yang menandakan bahwa ia adalah pengacara hebat dan mahal. Atau adanya pengacara yang bernilai milyaran, sebagai stigma bahwa barang-barang dan aksesoris yang menggantung nilainya memang tak jauh dari jumlah M-an. Lalu kalau kesan demikian itu terus berjalan, seakan-akan penasehat itu memang adalah pembela terdakwa. Kesan miring ini seakan segaris dengan kualitas penegakan hukum di negeri ini. Bagi terdakwa yang berkantong tebal dan mampu membayar para pengacara "matre" nampaknya akan mudah untuk lepas dari jeratan, sepanjang penasehatnya orang hebat, jago debat (alias super ngeyel), tidak memikirkan pantas dan tidak pantas, etis dan tidak, bahkan halal dan haram. Pokoknya sikat habiiiis. Kondisi hukum parah, diperparah pula oleh penegakannya yang memang parah, pun diwarnai para pengacara yang sebagiannya parah (bad lawyer). Jadilah negeri ini negeri yang parah.... Itulah yang terjadi di negeri ini...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H