Mohon tunggu...
Mobit Putro W.
Mobit Putro W. Mohon Tunggu... Dosen - Bergelut dengan bahasa

Hidup itu bukti sebuah kematian....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FPI Bertahan di Antara Cacian dan Harapan

14 Februari 2012   08:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:40 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

FPI (Front Pembela Islam) adalah salah satu organisasi keagamaan yang bertujuan amar ma'ruf nahi munkar. Pengertian amar ma'ruf dan nahyi munkar sendiri secara sederhana adalah menegakkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan menghancurkan kejahatan. Sehingga sebetulnya, berdasarkan uraian organisasi itu dalam jangka panjang secara praktis turut membuat kehidupan di Indonesia lebih baik.

Dalam konteks ke Indonesiaan, siapapun memiliki hak untuk berserikat dan berorganisasi. Setiap organisasi akan dilindungi secara hukum oleh undang-undang. Jangankan hanya organisasi semacam FPI orang-orang yang mengaku tidak bertuhan saja mendapatkan perlindungan, terbukti di Indonesia masih banyak orang yang menganut kepercayaan ketidakpercayaan.

Sehingga, dengan demikian tentunya siapapun tidak memiliki hak untuk membuabrkan organisasi apapun kecuali penyelenggara pemerintahan sendiri atas dasar pelanggaran undang-undang.

Dari dulu, ketika era mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), memang sering terjadi perdebatan keras antara dan Habib Rizieq Sihab. Melalui media televisa dan media lainnya mereka sering berbeda pendapat dan beradu argumen. Sehingga mereka tidak ada yang kalah dan menang, karena memang mereka memegang prinsip yang berbeda.

FPI memang dikenal sebagai organisasi yang sering melakukan "penertiban " kemaksiatan yang terjadi di beberapa daerah. Bahkan ketika menjelang Ramadhan, ketika club-club masih buka warga FPI lah yang bersemangat "menyelesaikan".

Banyak yang pro dan kontra. Memang hingga saat ini belum ditemukan hasil penelitian pada persepsi masyarakat secara adil dan berimbang, tentang tindakan FPI ini. Betulkah masyarakat setuju bila FPI dibekukan, atau mereka menolak. Apakah tindakan-tindakan FPI dikategorikan teroris atau bukan. Tetapi, fakta dilapangan dari pengamatan penulis, banyak anggota masyarakat yang mengagumi FPI. Mengagumi bukan berarti tindakan represifnya, namun karena keinginan masyarakat untuk hidup nyaman sering tidak dinomorsatukan oleh aparat, sehingga keberadaan FPI dianggap dapat mewakili kepentingan anggota masyarakat yang rindu akan kenyamanan hidup.

Namun demikian, kita semua tidak berarti mengiyakan kekerasan terjadi. Sejatinya memang tugas itu diemban oleh aparat, bukan oleh organisasi-oraganisasi kemasyarakatan sejenis. Kita juga sering melihat aksi anarkis itu dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi resmi semacam FPI. Masih ada beberapa organisasi masyarakat yang sering melkukan penertiban, misalnya FBR, Anshor, FPI dll. Organisasi Anshor yang berada di bawah organisasi besar Nahdatul Ulama juga sering melakukan penertiban kemaksiatan di daerah Jawa Timur.

Tentunya Anshor atau FPI telah melakukan koordinasi dengan tim pengamanan milik pemerintah, Polri misalnya. Kita juga sering melihat mereka saling bekerja sama. Ketiadaan data dan ketidakadilan informasi tentang penilaian masyarakat tentang keberadaan FPI itu menjadi alasan untuk pengambinghitaman FPI.

Peran media selama ini sering tidak adil dalam memberitakan sesuatu. Media biasanya berpikir sesuai dengan kepentingannya sendiri dan stakeholdernya. Pemegang saham, nara sumber, wartawan sendiri sering terkesan tidak adil dalam pemberitaan, sehingga acapkali tidak berimbang dan cenderung liar. Jurnalis yang seharusnya menyampaikan informasi dan fakta, namun sering disisipi misi-misi perusahaan untuk kepentingan tententu. Tentu hal ini sudah kita ketahui bersama.

Pun berita-berita miring tentang FPI, jarang sekali media dan jurnalis memberikan porsi yang sama. Dengan emosional mereka menelanjangi tanpa etika profesi. Misal saja pemberitaan tentang teroris, mereka begitu semangat memberitakan dan sering berlebih serta kurang berimbang. Masih ingat misalnya, seorang yang dianggap teroris ditelikung dan ditodong dengan senjata laras panjang. Padahal belum dijadikan tersangka.

Pun kecurangan media terjadi ketika bahan berita menyangkut nama dan kepentingan bos media itu sendiri. Dalam hal ini terkesan berita tidak terangkat sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun