Dalam sekolah, sering aku mendapatkan nilai jelek yang harus membuatku remedial. Sehingga, mau tidak mau harus mencoba hal yang sama atau memperbaiki yang salah---mungkin  lebih tepatnya. Dan dalam kehidupan,  aku kadang sekali-kali merayu Tuhan agar mau meremidialkan aku karena aku merasa masih belum sempurna. Indikasi perfeksionisme mungkin sudah banyak dirasakan oleh anak muda, dan hal ini adalah suatu kewajaran karena memang anak muda kadang seambisi itu dalam melakukan sesuatu yang mungkin dipicu oleh rasa keingintahuannya yang begitu tinggi.
Dalam sebuah diskusi panjang, aku sengaja menyelip di antara sekelompok mahasiswa. Mendengar apa yang menjadi topik pembicaraan mereka. Rupanya, mereka memperdebatkan permasalahan umum yang kadung menjadi hal yang remeh-temeh dalam kehidupan bersosial. Bagaimana mungkin, seorang anak yang ingin mencoba hal baru, dalam hal ini, belajar menari. Bentuk tubuhnya yang kerempeng memang tidak memenuhi syarat bagi seorang penari yang harus berisi. Apalagi yang menjadi masalah fatal adalah dia kaku dalam menggerakkan tubuhnya.
Klise sekali, bukan?
Lantas, apa yang menjadi urgensi di sini?
Potret pergaulan yang membidik kaum milenial ini, yang perlu diluruskan adalah bagaimana mereka menyikapi permasalahan? Bagaimana mereka mampu memberikan konklusi kesalahan dan upaya pemecahannya?
Dalam perbincangan panjang itu, anak tersebut mengaku kesal tak mendapat dukungan baik dari teman dan seniornya. Bukan hanya ia tidak tertarik belajar menari, namun ia juga emoh belajar budaya bangsa.
Letak masalah dan meletakkan letak masalah. Penting sekali belajar salah. Bukankah kita menjadi saat ini bermuara dari kesalahan? Bukankah apa yang kita peroleh saat ini dari memperoleh hal yang salah?
Lantas siapa yang berhak meletakkan letak masalah?
Tuhan? Malaikat Atid? Hakim?
Dari sini, aku mencoba untuk meletakkan masalah itu pada diriku sendiri. Membiarkannya mengalir bersama darahku, merasakan denyut nadiku, bercengkrama dengan otak dan segala aspek di dalamnya, membiarkannya bertandang ke seluruh organ tubuhku.
Sehingga, karena aku salah, maka aku harus memperbaiki supaya benar. Bukan, karena mereka salah, mereka harus benar.