Mohon tunggu...
M Nur Faizin
M Nur Faizin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tidak ada

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perspektif Rok Pipih

26 April 2022   16:12 Diperbarui: 26 April 2022   16:13 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dewasa ini, perspektif acap kali menimbulkan sebuah konklusi yang negatif untuk beberapa pihak. Tak menutup kemungkinan juga, banyak sekali dari kita sendiri, dalam hal ini, anak muda, yang perspektifnya mampu menyundul langit, mengubah dan menggubah menjadi lebih baik lagi. Intelektualisasi pemikiran beragama tentu menjadi hal yang sangat amat mutlak yang dirasakan oleh setiap manusia, anak muda dalam hal ini.

Persepsi mengenai suatu atribut, kostum, dan pakaian. Outfit-outfit mahal keluaran terbaru, branded, ah, sayang sekali jika tidak dipamerkan, maksudnya dikenakan.

Pernah, aku melihat selayang pandang wanita-wanita memakai pakaian tipis sekali, rok yang begitu pipih dan mini, memang sangat mubazir jika tidak dilihat. Tapi jika dilihat, aku selalu merasa bersalah; pada diri dan nafsuku. Aku pernah mencoba masuk ke sebuah klub malam, yang tentu isinya banyak sekali wanita-wanita seksi semlohay. Tubuh indah itu meloncat dan bergoyang mengikuti musik jedag-jedug yang bergema di dalam ruangan, ditambah riuh renda dialog antar manusia, jamuan yang tersuguh begitu anggun di meja-meja; arak, bir, wine, dan sejenisnya. Aku tak tertarik untuk ikut bergabung dengan mereka yang menikmati sepanjang malam itu. Heran sekali, aku malah terkantuk dan sekelebat-kelebat teringat tutur Gudhel.

"... Wanita yang seharusnya anggun, pakaian tertutup. Karena seluruh tubuh wanita juga merupakan teritori privasi yang sebaiknya dijaga baik-baik," ucapnya ketika kami duduk di bangku halte, yang tak sengaja melihat seorang wanita kantoran berpakaian yang menurutnya "baju belum jadi" itu.

"Kenapa begitu, Dhel?" Aku bertanya.

"Kamu ini gimana, sih. Dalam ajaran agama yang saya anut. Seharusnya wanita itu, harus menutup seluruh tubuhnya karena itu merupakan bagian dari aurat. Gunanya apa? Agar mereka terjaga kesuciannya, agar mereka juga tidak mendapat pelecehan seksual karena pakaiannya tidak memancing syahwat lawan jenisnya."

Tuturnya yang begitu panjang itu, lengket benar di kepalaku. Hingga aku sadar, aku harus cepat-cepat keluar dari Klub Malam ini.

Pikiranku masih tetap tentang tutur Gudhel. Rasanya tidak salah apa yang Gudhel katakan itu memang benar adanya. Aku mencoba untuk mengalihkan pikiran, kuambil ponsel di saku, berselancar di sosial media. Aku membuka whatsapp, dan kulihat story Gudhel.

Alhamdulillah, temanku ini selain bijak, ia juga berbakat dan berprestasi. Rupanya ia memenangkan lomba badminton yang rupanya tingkat provinsi itu, tentu saja aku tahu. Di layar ponsel, terpampang jelas gambar Gudhel mencium medali emas, yang tentu dengan kostum olahraga; celana pendek olahraga yang tidak sampai lutut, dengan pamer perut sixpacknya. Wah, bangga sekali, pasti semua orang melihat gambarnya itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun