Mohon tunggu...
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peneliti Muda Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN)

Saya yang beridentitas sebagai berikut: Nama : Muhammad Nur Faiq Zainul Muttaqin E-mail :muhammadfaiq737@gmail.com Status : Sarjana S1 Jurusan Muqorona al-Madhahib (MM), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Walisongo dan Mahasiswa Magister Hukum UNPAM. Pendidikan Non Formal: PonPes Mansajul Ulum Cebolek, Margoyoso, Pati dan Monash Institute Semarang. Jabatan organisasi: Kader/Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang 1. Sekertaris Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan (PTKP) HMI Cab. Semarang (2018-2019) 2. Sekum Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Semarang (2017-2018) 3. Kabid Komunikasi dan Advokasi Masyarakat HMI Komisariat Syariah (2016-2018) Kegiatan di Masyarakat 1. Direktur Eksekutif rumah perkaderan Darul Ma’mur (DM) Center 2. Peneliti Senior di LembagaStudi Agama danNasionalisme (LeSAN) 3. Mentor program Sahabat MudaNurul Hayat (NH) 4. Guru TPQ al-Syuhada Bukit Silayur Permai (BSP)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam, Civil Society, dan NKRI

17 Agustus 2023   15:31 Diperbarui: 17 Agustus 2023   15:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Allah telah mewahyukan agama Islam sebagai ajaran yang haq lagi sepurna untuk mengatur umat manusia berkehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi. Islam adalah ajaran paling sempurna, karena dalam Islam semuanya diatur, mulai dari urusan buang air besar, sampai urusan negara (QS. 5: 3). Secara garis besar, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan, meliputi; Hablum Minallah (hubungan manusia dengan Allah (QS. 51: 56)), Hablum Minan-Naas (hubungan manusia dengan manusia (QS. 5: 2)), hubungan manusia dengan makhluk lainnya/lingkungannya (QS. 11:61).

 Dalam konteks bernegara, yang dalam hal ini cakupannya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seringkali antara pemahaman keislaman dan bernegara terjadi tarik ulur berbagai pendapat. Yaitu permasalahan mengenai Islam sebagai agama sempurna dan NKRI dalam pandangan realitanya. Yang pertama yaitu mengenai pemahaman Islam sebagai agama yang sempurna dalam praktisnya. Islam adalah agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam(QS. 21: 107)), didasari oleh aqidah dan syari'ah, sehingga mengatur semua segi kehidupan secara detail, termasuk politik. Begitu juga kita tahu, mayoritas dari penduduk NKRI juga adalah muslim.

 Akan tetapi di sisi lain, dalam dimensi horizontal, realitanya masyarakat indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk.. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya agama, ras, bangsa, dan suku. Sehingga untuk dapat merangkul semua komunitas yang ada, para founding fathers kita memilih Pancasila sebagai pandangan hidup (filsafah), dasar negara (ideologi), dan alat pemersatu bangsa Indonesia.

 Dalam perjalanannya, pancasila mampu menjadi tameng. Beberapa kali pemberontakan yang bertujuan merongrong pancasila sepeti PRRI, APRA, RMS, DI/TII, Permesta,PKI, OPM dan berbagai GPK telah dapat digagalkan. Secara lengkap, pancasila diakui sebagai pandangan hidup bangsa yang tercermin dalam sikap gotong royong, musyawarah, kekeluargaan, kebersamaan, dan kebhinekaan.

 Maka dari itulah, kemudian diperlukan adanya titik temu dari kedua cara pandang yang seolah bersebelahan tersebut. Yaitu titik temu mengenai tetap berlakunya Islam sebagai ajaran di dalam sebuah negara dan juga mengenai kelestarian pancasila dalam menjaga NKRI. Solusi yang dapat diambil tentunya adalah memahami ajaran Islam yang berlaku dalam fleksibelitas global. Fleksibel yang dipahami juga tidak kemudian dipahami menghilangkan atau mengurangi isi substansialnya. Karena ternyata ketika Islam datang, terdapat substansi ajaran yang masih ada kaitannya dengan penyesuaian keadaan kultur masyarakatnya pada saat itu.

 Untuk solusi yang pertama adalah mengenai idealitas Islam dalam hubungan bernegara. Secara mutlak Islam mengajarkan bagaimana cara hablum minallah ( hubungan manusia dengan Allah). Bahwa kita harus mendakwahkan Islam (QS.3:110, QS.12:108), tentunya dengan segenap kesungguhan dan perjuangan (QS. 29: 69). Akan tetapi dalam Islam juga tetap memegang prinsip 'La Ikroha fi al-din' (tidak ada paksaan dalam beragama(QS.2:256)). Sehingga kita tahu bahwa islam benar-benar mengajarkan toleransi.

 Kemudian setelah itu, islam juga mengajarkan bagaimana hablum minannas (hubungan manusia dengan manusia). Pemahaman hablum minannas inilah yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, yaitu bermasyarakat dalam wadah NKRI. Secara pasti pemahaman tersebut bukanlah hanya sekedar teoritis belaka dalam Islam. Akan tetapi hal tersebut benar-benar telah dipraktekkan pada saat kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Ketika memimpin masyarakat Yastrib (Madinah). Bahkan banyak yang mengakui kepemimpinan Nabi saat itu merupakan kepemimpinan paling maju pada zamannya. Bahkan sistem yang digunakan konsepnya diabadikan dalam konsep masyarakat madani (civil society) yang telah kita kenal.

 Dalam 'masyarakat madani', Dr. Anwar Ibrahim menyampaikan al-Mujtama'al-Madain (civil society), adalah masyarakat yang bermoral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas masyarakat, dimana masyarakat memiliki daya dorong usaha dan inisiatif individual. Pada masa rasulullah, perwujudan masyarakat madani terjadi ketika Rasulullah dan umat Islam hijrah dari Mekah menuju Yatsrib (Madinah). Umat Islam pada saat itu bukan satu-satunya anggota komunitas masyarakat di Madinah. Karena, pada saat itu di Madinah terdapat komunitas-komunitas dari berbagai agama, ras, dan suku. Kemudian masyarakat dipersatukan dalam 'Piagam Madinah'. Semua masyarakat diperlakukan adil dimata hukum dan negara diprioritaskan dalam membangun kesejahteraan.

  Tidak lantas karena Islam melebur dalam sebuah negara kemudian menghilangkan subtansial ajarannya. Pancasila disepakati sebagai ideologi berketuhanan, hal tersebut jelas sekali tertuang dalam sila pertama 'Ketuhanan yang Maha Esa'. Sehingga paham sekuler tidak dibenarkan tumbuh di NKRI. Dengan pancasila, Islam masih bisa merealisasikan substansi ajaran syar'iah, terutama dalam penerapan hukum. Tidak kita sadari hal ini sebenarnya telah direalisasikan, bahkan nantinya dapat terus dikembangkan. Pada saat era tahun 90 an politik hukum di Indonesia terus berkembang, baik dari sisi perkembangan ekonomi, pendidikan, sampai percaturan hukum Islam.

 Apalagi setelah kelahiran Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 8 Desember 1990. Dalam hukum saja, tonggak baru menguatnya Islam semakin tampak ketika diakomodirnya kepentingan syari'at islam, sehingga menguatkan eksistensi hukum Islam melalui UU No.7/1989 tentang Peradilan Agama (PA), sekaligus menempatkan Peradilan Agama sebagai lembaga peradilan negara yang diatur dalam UU No. 14/1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman disususl dengan UU No. 10/1998 tentang perbankan (pengganti UU No. 7/1992), UU No. 38/1999 tentang Zakat, dan Inpres No. 1/1991 tentang penyebaran Kompilasi hukum Islam Indonesia (KHI) sebagai fiqih Indonesia.

  Substansi ajaran Islam bisa terus dikembangkan, dalam hukum ranahnya bukan hanya sebatas perdata saja, akan tetapi nanti bisa menjalar dalam pidana, karena ada beberapa hukum pidana yang baik untuk diterapkan dan cocok menjadi rujukan hukum. Tentu, harapannya dalam segi politik, ekonomi, politik, dan lainnya akan terus membuat perubahan dan juga mampu mewarnai NKRI dengan tetap terus menjadi pelopor menuju masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Swt.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun