Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mungkin Anda Butuh "Gas Ketawa"?

6 Februari 2017   11:00 Diperbarui: 6 Februari 2017   21:25 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dancumberworth.co.uk

Joseph Priestley terlonjak ketika tak sengaja menemukan gas tak berwarna dan tak berbau. Terlonjaknya bukan soal itu, ia mencoba mengendusnya, seketika ia tergelak terpingkal-pingkal. Siapa pun yang menghidu gas ini, ia akan segera merasa kepalanya ringan dan cekikikan.

Enam tahun berlalu, ilmuan muda, Humphry Davy penasaran, ia ikut menghirupnya dan mengatakan,: “Ini keterlaluan. Sensasinya sangat mengembirakan, seperti ketika saya habis meminum sedikit anggur. Saya mulai bergerak dan merasa bahagia”. Bersama teman-temannya, Davy menggelar pesta kecil untuk sebuah “kiriman dari surga” yang mereka sebut “Gas Ketawa”.

Berita tentang Gas Ketawa yang menggelikan itu sampai ke seluruh penjuru mata angin. Penyair Robert Southey menulis: “Saya yakin udara dari surga pasti sama nikmatnya dengan gas luar biasa ini”. Tak lama, banyak orang mulai mengadakan pesta ketawa. Ternyata begitu banyak orang yang butuh kegembiraan artifisial macam ini.

Gas Ketawa itu adalah Nitrous Oksida cikal anestesi atau obat bius abad ini. Priestly menemukannya pada 1793. Orang belum sampai pada pertanyaan akan seburuk apa efek samping gas ini, ketika mereka terhenti hanya pada sebuah kegilaan: gas ini adalah pelipur lara, pengusir duka, pahit getir apa saja. Rupanya begitu banyak orang yang hidup dalam derita dan mereka butuh kegembiraan buatan.

Penderitaan itu tidak selalu soal kemiskinan, karena yang hadir dalam pesta ketawa adalah kaum jetset.Gas itu diproduksi dalam jumlah terbatas dan hanya dihidu oleh siapa yang bersedia membayar mahal. 

Seorang dokter gigi Amerika, Horace Wells (1815 – 1848) terkesima ketika menyaksikan orang terbahak-bahak sambil mengerumuni sejenis gas yang mampu membuat mereka ketawa, beberapa di antaranya tersandung karena semaput, tapi tidak merasakan sakit.

Wells berpikir bagaimana zat ajaib tersebut dapat digunakan sehubungan dengan pekerjaannya. Ia tidak perlu lagi mengikat pasiennya untuk sebuah ritual pencabutan gigi yang menyakitkan. Ia segera membayangkan, pasiennya akan tampak rileks bahkan tersenyum saat gigi mereka tanggal.

Wells merasa yakin, gas ketawa akan menggantikan tali pengikat untuk pasien-pasiennya. Ia telah membuktikan sendiri, menghirup gas itu dan mencabut giginya sendiri tanpa rasa sakit apapun. Ia kemudian memberikan sehirup Gas Ketawa itu pada pasiennya lalu mencabut giginya dan membiarkan semua orang menonton.

Apa yang terjadi? Wells salah membuat dosis. Dalam satu sentakan kuat, sang pasien lantas melolong tak karuan. Setelah itu, Wells dicemooh sampai mati. Wells tidak bahagia, ia hancur dan sangat menderita. Apalagi yang bisa ia lakukan selain menggunakan secara rutin Gas Ketawa untuk meredakan perihnya dinista oleh semua orang.

Ia pun menjadi pecandu, tidak hanya Gas Ketawa Natrius Oksida tetapi juga Kloroform yang ia pelajari bertahun - tahun. Gas-gas tersebut membuatnya tidak waras dan kemudian dimasukkan ke Tomb Prison, New York. Dalam penjara ini ia menghabisi dirinya dengan menghirup lebih banyak Kloroform.

Beberapa lama setelah Wells tiada, dunia kedokteran mulai mengikuti langkahnya dengan memberikan zat pemati rasa kepada pasien. Sebelum itu, pesakit di mana-mana harus diikat kaki, tangan dan mulutnya agar tidak menganggu proses pemotongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun