Bunga melewati hari–hari tersulit. Langit Batam dalam pandangannya begitu pekat, bianglala menghitam dan horizon berwarna merah saga. Bunga adalah gadis hampir empat belas tahun yang berhenti sekolah. Ia baru saja ditarik dari kantung kemiskinan dengan muslihat terjahat untuk dikirim ke Pulau Batam. Ibunya menyangka Bunga sedang menjalankan misi suci: menjadi pekerja restoran berseragam celemek dan segera menegakkan gubuk mereka yang hampir tumbang.
Bunga baru saja ditindih oleh seekor germo bernafas kerbau. Benar–benar kerbau. Ia tersengal, sedang Bunga menggigil menahan perih. Gadis sekecil ini terenggut oleh kebiadaban metropolis. Ini adalah sebuah ritual lucah penanda bahwa Bunga akan segera memasuki jagat industri jasa paling purba di dunia: prostitusi.
Bunga tidak selamat, karena ia bukan Loise Lane yang punya Superman, makhluk Krypton adidaya. Ia juga bukan Si Beauty Belle yang selalu dilindungi oleh The Beast yang buruk rupa. Bunga hanya gadis kecil bau kencur dari kampung. Aroma gadis kampung yang terpancar dari tubuh Bunga menjadi aphrodiziac bagi sang germo sehingga ia semakin beringas seperti kerbau gila.
Tak sudi Bunga melihat hidung kerbau terpampang di wajahnya yang kuyup oleh air mata, ia membuang mukanya jauh–jauh, jauh sekali. Bunga sedu sedan, ia tak menyangka kiamat datang secepat itu. Ia merasakan, apa yang menimpa tubuh mungilnya lebih brutal dari penghancuran peradaban oleh pasukan perang Genghis Khan yang pernah ia baca pada buku sejarah dahulu. Bunga hancur. Bayangan imaji tentang pangeran tampan yang akan menjemputnya dengan kereta kencana pada hari mengantar cincin pupus seperti ditelan kepulan asap putih.
Begitu ujung jari tengah tangan kanannya berhasil menyentuh telinga sebelah kiri, Bunga diantar ke sekolah. Bu guru bertanya apa cita–cita Bunga. Dengan keyakinan penuh Bunga menjawab, ia akan menjadi dokter hewan. Ibunya sampai sakit pinggang memikirkan dengan cara apa anak gadis sulungnya akan menjadi seperti cita–citanya.
Sedang bapaknya hampir tidak bisa diajak berpikir karena punggungnya sudah legam dan segera rapuh untuk memastikan Bunga dan adik–adiknya yang bersusun lima itu dapat makan nasi dua kali sehari. Bagi bapaknya, sekolah dan cita–cita adalah tentang keajaiban. Hanya Tuhan dan Malaikat Pengantar Rezeki-lah yang tahu.
Keajaiban itu tidak datang. Setelah menamatkan SMP tidak ada yang bisa dilakukan kecuali segera mendapatkan pekerjaan. Hingga seseorang dari kampung sebelah menawari Bunga untuk bekerja pada sebuah restoran di Kota Batam. Ibu Bunga menyangka “Malaikat Pengantar Rezeki” yang mereka tunggu–tunggu benar–benar tiba. Dengan harapan dapat menjadi tulang punggung keluarga, calon dokter hewan yang gagal itu dilepas dengan sungai air mata.
Setahun telah berlalu sejak Bunga ditindih kerbau, tubuh belianya sudah digilir oleh seribu lelaki pemetik bunga dari berbagai bangsa di dunia. Bunga yang menyangka dirinya sudah kotor menemukan alasan pembenaran. Yang menjadi penanggung jawab jika kelak ia menjadi penghuni neraka adalah: “Malaikat Pengantar Rezeki”, seekor kerbau dungu dengan kawanan bodyguard-nya serta tentu saja seribu lelaki pemetik bunga tadi.
The show must go on. Demi mewujudkan cita–cita ibunya yang mendambakan sebuah rumah semi permanen, Bunga menjelma menjadi Heirodouli –sebutan untuk pelacur zaman Yunani kuna yang menyumbangkan uang dari tetesan peluh mereka untuk membangun Kuil Aphrodite, demi mendapatkan berkah anugerah para dewi.
Tak perlu sedu sedan lagi. Kini Bunga adalah binatang jalang dari kumpulan yang terbuang. Bunga hanya dihadapkan pada dua kemungkinan, menjadi Heirodouli atau mati muda dan tampak tak berguna di hadapan keluarga. Kini ibu Bunga sumringah. Kiriman tiap bulan dari puteri sulungnya lebih dari cukup untuk sekadar menegakkan rumah mereka yang sudah condong. Ia bahkan mengira Bunga sudah menjadi kepala juru masak restoran setingkat Farah Quinn. Jangan sampai berita sebenarnya terdengar ke kampung, mati ibunya nanti.