Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bola, Sastra dan Mati

27 Juni 2016   12:19 Diperbarui: 9 Juni 2019   07:47 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: istimewa

Jersey bukan semata soal jenis bahan tekstil kaos bola, yang utama adalah marwah yang dititipkan para fanatik bola pada klub idola masing – masing. Jersey tidak sebatas kostum syarat wajib klub sepak bola, tapi kepadanya dilekatkan filosofi dan harga mati.

Misal AC Milan dengan filosofi i Rossoneri (Merah-Hitam). Merah seperti setan dan hitam dalam menebar ketakutan. Tentu saja AC Milan bukan klub satanic atau conjuring, namun pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa mereka bukan lawan tanding sembarangan. Mereka adalah setan lapangan sekaligus tukang sihir yang menakutkan, kata mereka.

Harga mati Jersey menempel kuat pada minda para pemain bola hingga menyentuh sukma terdalam. Pada jersey yang paling imitasi sekalipun, mereka akan haru biru. Pagi itu, 26 Desember 2004, Martunis kecil dan kawan – kawan berniat main bola. Martunis memakai kostum nasional Portugal bajakan yang dibeli di Banda Aceh. Tapi tsunami dahsyat yang menghantam Aceh tak memberi kesempatan kepada Martunis. Ia tersapu gelombang dan terdampar selama 21 hari. Pada 15 Januari 2005, Martunis ditemukan di rawa-rawa, sebatang kara dan masih terbungkus kaos bola lusuh.

Lewat televisi Inggris, Martunis yang kurus hitam dengan jersey palsu Portugal itu segera menyebar ke Eropa. Ia sontak menimba simpati dari bintang top Eropa macam Cristiano Ronaldo, Luis Figo, Scolari sampai Gilbarto Madail, Ketua Federasi Sepak Bola Portugal. Martinus pun diundang ke Lisboa, mendapat hibah 500 juta rupiah dan disulap jadi pemain bola dengan cap Atleta Suporting.

Sejarah berulang ketika sebuah foto tersebar secara viral di Eropa tentang bocah korban perang yang memakai baju dari kantong plastik bermerek Messi 10.  Sekilas kantong plastik putih bergaris biru itu serupa dengan jersey Argentina milik Lionel Messi. Bocah yang berasal dari kota hancur Dohuk, Irak ini pun diburu Messi untuk diselamatkan.

****

Jazirah Eropa telah melahirkan para pemilik kaki – kaki malaikat sekaligus setan-setan rumput hijau yang menggairahkan. Keindahan manuver dan ketajaman tendangan di gawang lawan oleh para pemain Eropa selalu memukau dan dikenang lama-lama. Padahal Eropa bukanlah tanah kelahiran olahraga dari masa lampau ini. Tuhan menurunkan ilham kejar mengejar bola pertama sekali kepada umat Dinasti Han di daratan Cina sekitar tahun 206 SM. Orang – orang kuno itu menjahit kulit hewan untuk dijadikan menggelinding dan digiring beramai-ramai ke dalam jaring.

Meski demikian sepak bola modern diakui memang bermuasal dari Inggris, ketika pada 1857 sebuah klub sepak bola bernama Sheffield Football Club didirikan. Eropa resmi menjadi pusat peradaban sepak bola pada abad ke-19.

Selain melahirkan pesohor–pesohor bola, Eropa juga menjadi lokus para penulis sastra kelas dunia. Sastra di Eropa telah dimulai sejak 880 SM, kemudian berlanjut dengan Sastra Latin, sastra abad pertengahan, sastra Reinnasance serta dimulainya sastra modern pada tahun 1800 Masehi.

Pemuncak sastra klasik dalam bidang drama misalnya, diwakili oleh Sophocles lewat Oedipus Rex and Antigone. Sastra Latin mempersembahkan The Aeneid oleh goresan emas Virgil, lalu Wiliam Shakespeare menyeruak pada awal abad pertengahan melalui keagungan Hamlet. Sastra Reinnasance merayakan zaman keemasan mereka dalam kegurihan Dr. Fraus oleh Marlowe, sedangkan pengabdi sastra modern berdecak kagum pada Pygmalion garapan Bernard Shaw.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun