Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Dunia Sudah Baik-baik Saja dalam Dominasi Pria Alfa?

15 Juni 2024   08:08 Diperbarui: 15 Juni 2024   08:32 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika lini sejarah umpama jembatan gantung Spartan yang berderit-derit, derit-derit itu seakan hanya menyebut nama-nama seperti Alexander the Great, Napoleon Bonaparte, Julius Caesar, Winston Churchill, Genghis Khan atau Adolf Hitler. Mereka adalah para pria alfa (alpha male) yang melambangkan kejantanan dan dominasi, acap kali dianggap sebagai model yang paling diinginkan dalam hierarki sosial.

Pria alfa cenderung mampu memimpin dengan karisma yang kuat dan superior dalam situasi-situasi yang memerlukan kepemimpinan yang tegas dan dominan. Namun, mereka juga memiliki risiko kecenderungan otoriter dan rentan pada konflik antarindividu.

Di antara banyak tipe pria, pria alfa terbalik secara sempurna dengan tipe pria sigma (sigma male). Pria sigma menawarkan pandangan yang lebih subtil tentang kekuatan dan kepemimpinan. Mereka adalah individu yang lebih suka bekerja sendiri, mengejar ketenangan dalam kesendirian mereka.

Sigma cenderung independen, mampu beroperasi di luar struktur sosial konvensional, dan memiliki kecerdasan yang mendalam serta ketajaman analitis. Mereka mungkin tidak selalu menjadi pusat perhatian, tetapi kehadiran mereka sering kali memancarkan daya tarik yang misterius dan karisma yang tak tertandingi.

Dalam wacana politik kekinian, pria sigma tidak laku jika dipajang di etalase dengan tergesa-gesa, karena mereka sudah lama tesembunyi di balik jiwa introvert-nya yang mengungkung. Kadang-kadang hanya menunggu dunia secara tak sengaja menemukan mereka.

Garis potong antara Aristoteles dan murid kebanggaannya Alexander The Great, adalah karena yang satu sigma dan yang lain alfa. Sehingga Alexander lebih banyak disebut-sebut ketimbang Aristoteles, yang berbanding terbalik dari bagaimana pengaruh keduanya bagi keunggulan ras manusia.

Pria alfa yang narsistik cenderung mencari pengakuan dan dominasi dalam interaksi sosial, sementara pria sigma lebih tertarik pada pencapaian pribadi dan kebebasan dari ekspektasi eksternal, serta mampu keluar dari kotak-kotak pikiran konvensional.

Secara metafora, pria alfa sering kali diidentifikasi dengan predator yang kuat dan dominan dalam hierarki alam, seperti singa atau serigala alfa. Mereka memiliki keberanian, kekuatan fisik, dan kemampuan memimpin yang mendominasi dalam kawanan.

Sementara itu, pria sigma mungkin lebih mirip dengan hewan yang lebih independen dan individualis, seperti elang atau harimau soliter. Mereka memiliki kecerdasan, keahlian, dan kekuatan yang prima secara individual, tetapi cenderung untuk menjaga jarak dari hierarki sosial yang mapan dan lebih memilih hidup dalam kesendirian atau dalam kelompok kecil dengan seleksi ketat.

Jika Anda mulai mengurut nama-nama seperti Albert Einstein, Leonardo da Vinci, Nikola Tesla, Steve Jobs, dan Charles Darwin, dalam kecenderungan sebagai sigma, tepat sekali, mereka adalah pria sigma sejati dengan tidak menolak kemungkinan akan bercampur dengan tipe lain. Bagaimana dengan filsuf, adakah filsuf yang berjiwa Spartan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun