Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Generasi yang Menertawakan Buku-buku

22 Februari 2022   14:29 Diperbarui: 24 Juli 2022   07:23 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: family-and-i.com

Barangkali ada pembaca yang terjebak pada kesombongan epistemik. Membaca buku dengan sepele, berusaha mencari cacat logika dari penulisnya, dan berbantah-bantah dengan setiap premisnya.

Pembaca seperti ini akan selalu skeptik lagi sinis. Dia tidak bermaksud menimba ilmu dari bacaan-bacaannya, gelasnya tidak pernah dikosongkan. Yang ingin dilakukan hanyalah mengukur sejauh mana penulis buku itu mampu mematahkan pertahanan kognitifnya, atau menikmati pembiaran kedangkalan dan kesesatan yang ia sangkakan dengan cibiran.

Dia menganggap kepalanya sudah sebesar British Library dan tak perlu membunuh waktunya dengan buku-buku marginal. Pembaca seperti ini tidak pernah down to earth, ia berusaha mematahkan mitos tentang seseorang bijak bestari berilmu padi yang makin berisi, makin merunduk.

Ada pula pembaca yang dahaga. Baginya semua buku bermutu adalah penting. Dia meletakkan buku-bukunya pada altar suci pengabdian ilmu, dan ingin mengirim salam takzim kepada penulisnya. Ia tak punya pembelaan yang kuat pada perspektifnya. Ia menelaah, memilah, dan batinnya bercakap-cakap dengan rendah hati.

Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya!

Walaupun ia merasa isi kepalanya sudah sepenuh perpustakaan Aleksandria, ia menjadikan bacaan-bacaan terakhirnya sebagai catatan kaki. Bahkan bisa menggantikan atau me-reset ulang paradigma-paradigma usang yang selama ini ia genggam.

Ada lagi pembaca yang melihat buku sebagai beban hedonistik. Baginya buku hanyalah tugas-tugas akademik. Ia membaca setengah buku dengan setengah hati. Bahkan ia tak pernah membaca apapun, ia hanya mencuplik bagian-bagian penting untuk ditumpuk ke wadah yang lain.

Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya, kata Joseph Brodsky peraih Nobel Sastra (1987).

Beberapa orang tidak datang dari kaum pembaca. Ia hanya menenteng buku untuk berlagak. Berpose secara menyedihkan di depan susunan buku setebal batu bata untuk menakut-nakuti kebodohan, sembari meneriakkan kepada dunia bahwa dia adalah seorang patriot pembaca.

Ia seolah seorang intelektual bukan main yang telah menghabiskan buku-buku itu dengan mudahnya. Ia bahkan tak sungkan membawa buku-bukunya ke kedai kopi, tapi berbicara sekelas komik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun