Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menghitung Mundur Ancaman Global: Endgame

7 Desember 2021   09:36 Diperbarui: 8 Desember 2021   02:08 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemanasan global menyebabkan miliaran penduduk dunia semakin sulit bertahan hidup, akibat suhu yang kian panas.| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Konsep negara sedang melampaui fase senjakala, akan tercipta masyarakat kosmopolitan, masyarakat ultra modern yang meninggalkan mitos, dan beralih hanya kepada fungsi dan logika. 

Tercipta suatu tatanan global, dalam realitas virtual, percakapan antaravatar dalam lintas benua yang bebas paspor, tanpa bendera dan lambang negara. Mereka bertransaksi dengan sistem mata uang virtual yang benar-benar baru dan bebas dari emblem negara apa saja.

Bila kita masih bertanya mengapa negara-negara lenyap? Lalu apa sisi penting negara bila problema yang dihadapi umat manusia adalah peristiwa global. Dan tendensi kebutuhan manusia masa depan hanya ada dalam percakapan global.

Planet ini harus diselamatkan, bukan oleh negara secara parsial, bukan oleh fragmentasi politik kekuasaan yang usang dan sempit. Bumi bahkan tidak hanya terancam dari dalam, tapi juga dari ruang intergalaktik, dari meteor dan komet, badai matahari, sistem bintang dan fenomena kosmos yang destruktif, serta mungkin saja UFO.

Tahun 2050 sedang dihitung mundur, hanya 28 tahun dari sekarang. Kita harus memikul tugas universal untuk menyelamatkan bumi dengan mereduksi semua sebab yang dapat memicu pemanasan global dan ancaman dari luar atmosfer.

Tidak hanya soal bumi yang menua dan sakit parah, selain akan kehilangan ekosistem, penerus kita akan kehilangan eksistensi. Kecerdasan dan ketangkasan manusia telah disimpan ke dalam peti mati sejarah, sistem kecerdasan robotika akan mengambil kendali, maka formula yang dibuat adalah menundukkan teknologi dan menyisakan ruang vakum bagi kemanusiaan.

Bisakah dengan ritual dan akrobatik demokrasi elektoral lima tahunan, yang tinggal enam kali putaran dari sekarang, dapat menjadi solusi bagi problema global yang kita hadapi? 

Kita tidak lagi membutuhkan pemikir-pemikir pendek dan sempit, kita butuh visioner dengan pikiran yang besar dan futuristik dengan lompatan sebesar raksasa.

Isu-isu menjelang pesta demokrasi hanya akan berputar-putar pada problema internal dalam negara, sebagian besar hanyalah sebentuk kamuflase untuk memanipulasi pilihan rakyat. 

Oligarki dengan tabiat predatornya akan terus menempel pada kekuasaan, jelata dan elite lokal sibuk dengan dirinya sendiri. Hilir mudik di bawah tempurung masing-masing. Sedangkan ancaman global yang akan menghanguskan dan menenggelamkan anak cucu kita, tak bisa dihadapi dengan retorika apalagi nostalgia. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun