Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Teka-teki dari Leiden dan Kebangkrutan Literasi Melayu

30 November 2021   07:53 Diperbarui: 3 Desember 2021   10:22 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa eksistensi Melayu telah lama dijejak oleh dunia kuno, setidaknya seperti yang pernah dicatat oleh Ptolemy yang lahir pada tahun 100 Masehi dalam Geographia. Kemudian Nicolaus Germanus pada tahun 1467 membuat ulang sebuah Chersonese Emas, yaitu Semenanjung Malaya di dunia modern. Beberapa ahli berpendapat tentang kemungkinan Ptolemy telah menyalin ulang dari peta dunia yang lebih purba.

Penerus puak Melayu akhirnya merawat kenangan mereka yang dipancarkan dari menara gading, oleh penulis-penulis istana. Kita bisa membaca dengan mata telanjang untuk kepentingan siapa sastra arkais itu ditulis, adakah rintihan jelata di dalamnya? 

Sedikit kamuflase tentang wajah jelata di masa lalu menghasilkan romansa yang terlihat baik-baik saja, sampai kita mampu memverifikasinya dengan membongkar perpustakaan Leiden dan di berbagai tempat.

Melayu mengalami kebangkrutan literasi, isi pikiran pendahulunya telah menyeberang ke negeri jauh dan menetap abadi di sana. Melayu kemudian menyusun mozaik sejarahnya dari kepingan yang tersisa dengan terlalu banyak ruang kosong yang akhirnya harus diisi oleh mitos, aksioma, dan imaji. Kebanggaan itu melekat secara absurd pada persalinan kebangsawanan, nisan-nisan tua, perangkat adat, dan bait-bait sastra terbatas yang diulang-ulang.

Tentang geneologi silsilah raja-raja Melayu, telah diterima begitu saja sebagai dogma alih-alih sebagai enigma, padahal ini menjadi sangat penting untuk menetapkan legitimasi para pemegang daulat, apa sebab mereka menjadi raja monarki dan disembah berabad-abad oleh jelata Melayu? 

Tidak ada jawaban tegas dalam tinggalan naskah Malay Annals, buku yang berkisah tentang riwayat muasal dinasti Melayu satu-satunya yang ditulis Tun Sri Lanang. Seseorang dapat saja menuduhnya sebagai logical fallacies, sampai itu benar-benar terverifikasi.

Ada baiknya naskah-naskah kuno itu tersimpan rapi di Leiden, mereka memiliki teknologi tinggi untuk melawan pelapukan, serta menyalinnya ke dalam microfilm, kita tidak bisa menjamin itu jika tetap ada di negeri ini. 

Tugas kita adalah mengirim lebih banyak peneliti ke sana untuk mempelajari dan menghimpunnya ke dalam transliterasi dan kaidah kekinian, menjadi ensiklopedia terbesar yang memuat jutaan referensi tentang sejarah pikiran.

Bila perlu dapat membantah tuduhan saya di atas, bahwa tidak pernah ada renaisans di tanah Melayu, barangkali mereka pernah ada, terselip satu catatan misalnya ada pemikir sekelas Isaac Newton berkulit coklat. Siapa tahu!. ~ MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun