Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanpa Demokrasi Seolah-olah, Botswana Jadi Wacana Kekaguman

19 Juni 2021   08:31 Diperbarui: 19 Juni 2021   18:00 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: aaajewelryutah.com

Inilah simbiosis parasitisme sempurna antara orang-orang yang tak sekolah dengan petinggi bermoral rendah. Rantai kebodohan payah terputus di benua ini. Jangankan diantar ke sekolah, anak-anak mereka justru dijadikan perisai hidup dan algojo-algojo kecil. Anak-anak yang mestinya dibekali buku, disandangkan senjata otomatis untuk menembak musuh-musuh dewasa.

Neraka ini bukan milik Botswana, mereka bebas dari perang saudara, kudeta militer dan demokrasi pura-pura. Demokrasi di sini literally, bukan demokrasi seolah-olah. Peralihan kekuasaan berlangsung secara bermartabat. Jauh dari kekacauan yang dibangun kawanan oligarki.

Hasilnya, seperti dicatat ekonom Prof. Daron Acemoglu dari MIT University, demokrasi elektoral di Bostwana mampu melahirkan pemimpin utopis, dengan institusi ekonomi yang menghormati hak rakyat, terjaminnya stabilitias ekonomi makro, dan secara konsisten mendorong tumbuhnya mekanisme ekonomi pasar yang inklusif.

Di depan mata kita, Singapura sudah bangkrut ketika mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris. Tak seorang pun yakin bahwa bumi Sang Nila Utama dengan postur kurcaci dan tak punya kekayaan alam itu akan bisa bertahan sebagai sebuah negara baru. Untuk minum saja susah, mereka tak punya mata air sehingga harus membeli dari Malaysia.

Tidak hanya bertahan, negeri kecil ini membuat lompatan perkasa. Ia seketika menjadi negara terdepan, tersukses dan paling makmur di atas bumi. Negeri ini memang nihil sumber daya alamnya _berbanding terbalik dengan Bostwana yang kaya intan_ tapi mampu mengekspor keunggulan strategi manajemen pengelolaan kotanya ke sejumlah negara maju.

Singapura secara resmi memperoleh kedaulatan pada 9 Agustus 1965. Putra Melayu Yusof bin Ishak disumpah sebagai presiden, dan Lee Kuan Yew menjadi perdana menteri pertama.

Lee ibarat mesin penyintas, di bawah komandonya, Singapura yang tergeletak tetiba punya kekuatan ekonomi pasar sangat maju, yang secara historis berputar di sekitar perdagangan entrepot. Bersama Hongkong, Korea Selatan dan Taiwan, Singapura adalah satu dari Empat Macan Asia.

Apa yang membuat Botswana dan Singapura menjadi wacana kekaguman dunia? Tak lain adalah pemimpinnya. Tidak soal, apakah mereka dinobatkan dengan cara demokrasi atau setengah diktator macam Singapura.

Botswana menerapkan demokrasi, dan Singapura meritokrasi. Tapi keduanya memiliki pemimpin yang punya imaji utopia. Seperti kata novelis Irlandia, Oscar Wilde: peta dunia yang tidak termasuk Utopia bahkan tidak layak untuk dilirik. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun