Inilah simbiosis parasitisme sempurna antara orang-orang yang tak sekolah dengan petinggi bermoral rendah. Rantai kebodohan payah terputus di benua ini. Jangankan diantar ke sekolah, anak-anak mereka justru dijadikan perisai hidup dan algojo-algojo kecil. Anak-anak yang mestinya dibekali buku, disandangkan senjata otomatis untuk menembak musuh-musuh dewasa.
Neraka ini bukan milik Botswana, mereka bebas dari perang saudara, kudeta militer dan demokrasi pura-pura. Demokrasi di sini literally, bukan demokrasi seolah-olah. Peralihan kekuasaan berlangsung secara bermartabat. Jauh dari kekacauan yang dibangun kawanan oligarki.
Hasilnya, seperti dicatat ekonom Prof. Daron Acemoglu dari MIT University, demokrasi elektoral di Bostwana mampu melahirkan pemimpin utopis, dengan institusi ekonomi yang menghormati hak rakyat, terjaminnya stabilitias ekonomi makro, dan secara konsisten mendorong tumbuhnya mekanisme ekonomi pasar yang inklusif.
Di depan mata kita, Singapura sudah bangkrut ketika mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris. Tak seorang pun yakin bahwa bumi Sang Nila Utama dengan postur kurcaci dan tak punya kekayaan alam itu akan bisa bertahan sebagai sebuah negara baru. Untuk minum saja susah, mereka tak punya mata air sehingga harus membeli dari Malaysia.
Tidak hanya bertahan, negeri kecil ini membuat lompatan perkasa. Ia seketika menjadi negara terdepan, tersukses dan paling makmur di atas bumi. Negeri ini memang nihil sumber daya alamnya _berbanding terbalik dengan Bostwana yang kaya intan_ tapi mampu mengekspor keunggulan strategi manajemen pengelolaan kotanya ke sejumlah negara maju.
Singapura secara resmi memperoleh kedaulatan pada 9 Agustus 1965. Putra Melayu Yusof bin Ishak disumpah sebagai presiden, dan Lee Kuan Yew menjadi perdana menteri pertama.
Lee ibarat mesin penyintas, di bawah komandonya, Singapura yang tergeletak tetiba punya kekuatan ekonomi pasar sangat maju, yang secara historis berputar di sekitar perdagangan entrepot. Bersama Hongkong, Korea Selatan dan Taiwan, Singapura adalah satu dari Empat Macan Asia.
Apa yang membuat Botswana dan Singapura menjadi wacana kekaguman dunia? Tak lain adalah pemimpinnya. Tidak soal, apakah mereka dinobatkan dengan cara demokrasi atau setengah diktator macam Singapura.
Botswana menerapkan demokrasi, dan Singapura meritokrasi. Tapi keduanya memiliki pemimpin yang punya imaji utopia. Seperti kata novelis Irlandia, Oscar Wilde: peta dunia yang tidak termasuk Utopia bahkan tidak layak untuk dilirik. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H