Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Republik Para Pendongeng

5 Oktober 2019   14:08 Diperbarui: 26 Oktober 2019   17:53 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Disneyland: imgix.bustle.com

Dongeng tentang republik diulang-ulang oleh penuturnya seperti IBM atau Coca Cola bila perlu meniru Minephtah untuk menggeser posisi Tuhan langit. Demokrasi kita telah lama menjadi dongeng, kalau pun benar adanya bentuknya mungkin seperti benda terbengkalai dalam percobaan ke-385 Alva Edison.

Satu biji manusia saja dalam republik demokrasi perwakilan kita yang turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasinya, maka parlemen kita telah gagal (saya ingin bertanya kitab demokrasi macam apa yang ingin membantah dalil ini). Apatah lagi dalam kalkulasi puluhan ribu yang turun lalu dengan sangat ironi mereka mendemo kanal aspirasinya sendiri.

Hukum kita memakai simbol keadilan Dewi Themis yang tertutup matanya lalu mitologi ini ingin dijadikan dongeng abadi untuk menegaskan bahwa keadilan sebenarnya tidak pernah ada. Hukum didongengkan kepada orang kecil atau orang besar yang sedang diacuhkan Dewi Fortuna.        

Demokrasi memungkinkan rakyat menjadi Dewa Zeus yang setiap daun jatuh di halaman istana penguasa menjadi haknya untuk tahu, akan tetapi itu tidak pernah terjadi. Karena demokrasi adalah dongeng yang ditulis ulang: beberapa orang bertepuk tangan untuk Bob Marley dan beberapa lainnya untuk Justin Bieber. Tidak ada esensi, ini adalah tentang siapa yang paling pandai melagukan Vox Populi Vox Dei dari lainnya.

Rakyat berputar-putar dalam dunia dongengnya sendiri, demikian pula penguasa (sebuah sebutan untuk dongeng kuno). Hubungan dari keduanya dilekatkan oleh mitos republik yang lahir dari kecemasan elegi tanah jajahan. Lalu apa? Kitalah yang mengurus dongeng ini untuk tetap bertahan, tidak ada pahlawan bertopeng.

Sekejap lagi dongeng-dongeng tentang mesin yang pandai berpidato atau bersetubuh segera masuk ke dunia kita, mereka bahkan semakin menjadi fakta lalu membakar semua dongeng kita yang telah lapuk. Membakar dongeng berarti membakar kita. Ah sudahlah! Terimakasih telah membaca dongeng ini. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun