Zaman kolonial pernah menjejaskan kita menjadi seperti Nimfa. Nimfa yang tak sanggup bercita-cita. Dalam hierarki Maslow, Nimfa tersekat pada pemenuhan kebutuhan dasar untuk semata bertahan hidup.
Serangga muda ini hanya makan dan mengambil sebatas perut, dari rimbunan dedaunan sumber daya kelimpahan.
Bagaimana ini menjadi serupa kutukan. Hampir tidak ada bangsa di dunia yang dilimpahi kekayaan alam, berangkat menjadi bangsa yang maju.Â
Negara - negara maju merangkum sejarah kemerosotan, kekeringan dan tanah yang miskin. Mereka segera menjalin benang - benang penderitaan dan melepas kulit terakhir yang mereka punya untuk membentuk kepompong. Mereka dulunya bahkan hanya larva buruk rupa.
Sedangkan Nimfa yang hidup di alam kaya lagi terjajah, alfa untuk menjadi kepompong. Begitu lahapnya makan sebatas makan, sisanya penuh-penuh dipersembahkan kepada bangsa-bangsa maju yang dahulu kala disebut kolonial.Â
Kini ketika zaman kemuraman sudah usai dan penjajahan bersalin muka, kita pun bermetamorfosis. Tapi metamorfosis itu tak sempurna, alih-alih menjadi kupu-kupu yang indah (baca: negara maju), kita hanya belalang dari siklus belalang muda yang disebut Nimfa. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya.
Jika kupu-kupu dengan sayapnya yang kokoh indah bukan buatan, beberapa sayap belalang bahkan tak bisa digunakan untuk terbang. Kabar baiknya-atau kabar buruknya-belalang punya sumber protein tinggi.Â
Mereka ditangkap senja-senja, lalu akan ada dua pilihan: dimakan mentah atau dimasak. Pada pasar makanan China, misalnya pasar malam Donghuamen, masakan belalang disajikan menggunakan tusuk sate.
****
Sepanjang metamorfosis di dalam kepompong atau pupa, para larva berpuasa dan berkontemplasi. Di sana nation building terbentuk. Mereka melakukan perubahan radikal dari bangsa peratap menjadi bangsa tangguh segala-gala.Â