Hang Tuah bahkan lupa bahwa dirinya lah yang dibela, sebab dialah Jebat jadi durhaka. Lupa bagaimana zalimnya Sultan Malaka kepadanya.Â
Kekasihnya Tun Teja direnggut, dan ia semena-mena dihukum bunuh hanya karena bisikan Karma Wijaya yang track record-nya tak elok. Tak setitikpun pengorbanannya dihargai sultan.
"Aku datang tidak untuk mempertengkarkan siapa membela dan siapa menitahkan, aku datang untuk menentukan, menghukum, yang diwakilkan padaku untuk baginda menamatkan hidupmu yang telah durhaka," inilah sabda Tuah sebelum menumpas Jebat.Â
Sejarah melupakan pembelaan tulus suci Jebat kepada sahabatnya itu untuk mengenang kepahlawan Tuah. Semesta seolah mengutuk Marsias dan ia pantas mati untuk lancang kepada Apollo.
Mitologi Tuah dan Jebat, adalah dialektika antara legalitas dan moralitas. Apa yang hendak didahulukan?Â
Mereka hidup di zaman daulat atau legalitas berada di puncak tertinggi. Maka moral akan selalu dikorbankan. Pejuang moral bahkan dianggap pendurhaka ketika mereka merusak daulat.
Dalam The Metaphysics of Moral (Metafisika Moralitas), Immanuel Kant menghubungkan pendapat antara legalitas dan moralitas. Legalitas dalam pandangannya adalah sebagai kesesuaian atau ketidaksesuaian.
Kesesuaian atau ketidaksesuaian yang ada dalam diri manusia belum bernilai moral, dikarenakan dorongan batin tidak menjadi objek penilaian. Nilai-nilai moral itu baru ada apabila diperoleh dalam moralitas.
Moralitas merupakan kesesuaian antara sifat dan perbuatan manusia dengan norma hukum batiniah manusia.Â
Kant melihat moralitas sebagai kebaikan yang tertinggi, dan kebaikan yang tertinggi itu menjadi kebaikan yang sempurna.Â
Kebaikan yang dimaksud Kant berbeda dengan kebaikan dalam arti empiris, atau kebaikan yang bersifat sementara.