Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia dalam Hikayat Api

3 Maret 2018   14:03 Diperbarui: 23 Oktober 2018   20:59 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adam Smith yang dianggap sebagai pencetus kapitalisme justru adalah seorang dosen filsafat moral. Dia tidak hanya bicara tentang pasar bebas melainkan juga tentang moral sentimen. Dengan kata lain, konsep dasar ekonomi sesungguhnya adalah sarana untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Sedangkan Marx adalah seorang pemikir sosialisme ekonomi yang paling berpengaruh, terlepas apakah dia penganut materialisme historis-atheis. Gerakan sosialisme ekonomi sendiri muncul ketika pasar yang menjadi andalan kapitalisme, mulai bergerak liar dan meninggalkan konsep ekonomi sebagai kegiatan bersama untuk mencapai kebaikan bersama. Masyarakat terbelah dan terpola menjadi kelompok kapitalis dan buruh, lalu menjadi borjuis dan proletar. Ekonomi bertumbuh tetapi alih-alih sejahtera bersama, para borjuis menjadi penindas dan penghisap.

Api penghangus telah berada di tangan para penjahat revolusi industri dan kolonialis di pihak Smith dan api-api lainnya di pihak Marx dipegang dengan brutal oleh Lenin, Stalin, Mao, Castro sampai Pol Pot dan para komunis radikal yang membantai di Indonesia. Api berjabat tangan dengan kedunguan dan ketergesa-gesaan untuk tidak memikirkan esensi Smith dan Marx, sebagai nabi baru mereka.

Api telah menyediakan titik panas di sebentang jembatan panjang sejarah. Menjadikan umat manusia sebagai makhluk terkuat sekaligus terlemah secara akal budi. Dan makhluk api telah ikut campur sedemikian jauh untuk sebuah akhir api abadi di hari perhitungan.

Inilah hikayat api. Secara domestik, api mampu melunakkan makanan, membunuh bakteri dan parasit, penghangat dan penerang di masa lampau, lalu juga menjadi energi listrik di abad modern untuk menyalakan apa saja. Api mampu menjadi teman terbaik ketika ia kecil, atau berhati-hatilah ketika ia mulai membesar. Jangan bermain api dan jadilah penjinak api, bukan sebaliknya. Agar hikayat api tidak melulu soal kobaran. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun