Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masihkah Kita di Bawah Telunjuk Hammurabi?

16 Desember 2017   14:02 Diperbarui: 16 Desember 2017   23:00 2205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hammurabi: www.realmofhistory.com

Dua puncak piramida sejarah tentang jati diri manusia memiliki angka tahun yang persis sama. Mereka adalah 1779 Sebelum Masehi dan 1779 Masehi. Bila kita tekun mematuti sejarah dunia dan sedang beruntung, akan dijumpai angka-angka tahun penting yang menakjubkan.

Seperti juga interval tepat satu abad tentang tumbangnya daulat mitos Sang Sapurba (1699) dan naik tahtanya Napoleon Bonaparte (1799) setelah menumbangkan daulat mitos raja terakhir Perancis, Louis XVI. Akan banyak keserupaan-keserupaan macam itu, seperti juga hampir seluruh tanah di bawah atmosfer bumi tidak akan bebas dari hasutan mitos yang membentuk cara manusia bertindak. Tidak berhenti misalnya dengan membunuh Sultan Mahmud Syah II atau Louis XVI.

Abad - abad fajar sejarah manusia berpikir (Homo sapiens), semua perkembangan otak dan adat umat manusia ditentukan secara biologis. Menurut DR Yuval Noah Harari, dengan volume otak yang makin membesar dan usus yang memendek, manusia adalah satu satunya makhluk yang paling berhasil memuncaki rantai makanan, sembari dengan kejam menghabisi seluruh pesaing mulai dari spesies hewan purba raksasa sampai simpanse-simpanse tegak yang tak bisa berpikir.

Manusia memasuki revolusi kognitif yang memicu ledakan peradaban dari sebelumnya hanyalah primitif nomaden yang menyebar ke seluruh muka bumi, dan sebentar ini dalam 70.000 tahun terakhir - kenapa sebentar ini? Sebab mulai tumbuhnya organisme hidup sudah 3,8 miliar tahun - dan oleh para ahli sejarah biologi, manusia baru mulai menetap dan membentuk klan pada 12.000 tahun silam.

Inilah paradoks terbesar, sejak manusia mulai menemukan otak untuk berpikir dan berbicara, ketika itu pula mitos mulai tumbuh. Para pembual naik tahta menjadi raja dengan mengaku-ngaku mendapat mandat langit. Dengan demikian manusia-manusia hebat, pemburu-pemburu perkasa yang mampu menaklukkan dunia hanya dengan tombak batu dan pantikan api, cerdik cendikia belantara dalam perspektif manusia penyintas yang mampu bertahan dalam medan paling sulit purbawi, harus tunduk ke haribaan pembual yang menyandang mahkota langit khayali.

Manusia tunduk taklid buta di bawah mitos, di bawah telunjuk para pembual, mereka menjadi jelata, pasukan perang sekaligus pengumpul makanan. Begitu dahsyatnya mitos yang mampu mengikat ribuan manusia untuk kemudian membina imperium. Salah satu pembual terbesar dalam sejarah dunia adalah Hammurabi. Pada 1776 SM, raja Babilonia sebuah kota terbesar di dunia ketika itu, mulai menyusun Undang-undang Hammurabi. Selain mengatur manusia dengan pemilahan kasta, pedoman hukum ini sekaligus untuk menegaskan dirinya sebagai raja adil yang dipeluk dewa Anu, Enil dan Marduk.

Dengan mitologi Babilon, Hammurabi berhasil menundukkan makhluk paling menakutkan di muka bumi (baca: manusia) dalam sebuah imperium besar yang juga meliputi hampir seluruh Mesopotomia, termasuk di dalamnya Irak modern, Suriah dan Iran masa kini.

Kita mesti membuka premis bahwa semua manusia yang berhasil eksis pada ganasnya zaman purbawi adalah orang-orang terkuat, cerdas dan ahli strategi. Alih-alih masuk daftar makanan para raksasa buas, mereka adalah penentu takdir singa raksasa bergigi pedang. Tapi melalui hasutan mitos Hammurabi, manusia-manusia super ini dengan pasrah dibagi ke dalam tiga kelas: atas, jelata dan budak. Sejak saat itu, manusia-manusia goblok dan pemalas bisa hidup nyaman begitu telunjuk penuh dusta Hammurabi menetapkan mereka sebagai golongan atas.

Sekitar 3500 tahun setelah Hammurabi tewas, para patriot Amerika berkumpul di Philadelphia pada 4 Juli 1776, untuk menyatakan kepada dunia bahwa mereka adalah manusia bebas yang lepas dari kungkungan Imperium Britania. Mereka mengibarkan azas - azas keadilan universal sekaligus untuk membatalkan hasutan mitos hirarki manusia dari dewa - dewi Babilon.

Tentang kesetaraan ras manusia yang tak terbantahkan itu, telah dituangkan dalam dokumen pendirian Amerika Serikat. Orang -- orang tidak lagi mengikuti sabda Hammurabi namun mulai membenarkan Thomas Jefferson, Voltaire atau Napoleon dengan liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan dan persaudaraan).

Sebentar ini, dalam 200 tahun azas kesetaraan Amerika hanyalah bualan setara mitos Hammurabi. Kesataraan hanyalah untuk mereka yang berkulit putih. Tidak kepada budak-budak hitam yang mereka impor dari Afrika atau kulit berwarna lainnya, Hispanik dan Indian. Para Negro tetap di-stigma sebagai budak yang dipisahkan dalam hal apapun dengan ras putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun