Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Munajat Syawal Seorang Peterpan

9 Juli 2016   18:40 Diperbarui: 15 Juli 2016   11:20 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi - postmetro.net

Wahai Khaliq, Tuhan Yang Maha Pencipta. Hamba adalah air hina mula-mulanya. Ketika segumpal darah tercipta di dinding rahim. Ketika daging membungkus belulang, ketika roh ditiupkan, ketika jantung mulai berdegup. Lalu hamba menjadi makhluk baru, yang menangis dan bernafas. Tidaklah Engkau ciptakan hamba kecuali hanya untuk beribadah kepadaMu.

Tapi lihatlah apa yang terjadi ya Bashir. Hamba hanyalah manusia hampir. Hampir seperti yang Engkau ridhoi sekaligus hampir seperti orang yang Engkau murkai. Di dalam dunia ini hamba seperti semak – semak. Banyak jumlahnya tapi sedikit faedahnya atau justru seumpama gulma yang menyusahkan. Sedangkan Engkau menurunkan manusia ke muka bumi untuk menjadi kalifah penuh manfaat. Kalifah yang beribadah kepadaMu, bukan semak-semak yang hampir.

****

Ya Allah, ya Qaadir, menolehlah kepada hamba barang sebentar. Ketika Engkau berfirman tentang hakikat penciptaan manusia, hamba bahkan tak pernah ambil tahu untuk apa hamba diciptakan. Kalau bukan karena moyang hamba dari rumpun Melayu yang Muslim, mungkin saat ini hamba seorang pembakar dupa di kuil pagan, atau pembaca khotbah dari kitab yang lain, atau bahkan seorang demit anti tuhan. Lalu mengapa moyang hamba Muslim sedang yang lain tidak? Sesungguhnya dalam samudera ilmuMu, kail sejengkal hamba tak pantas untuk menduga kedalamannya.

Ya Mushii, yang Maha menghitung. Dimulai dari belajar mengaji dan sembahyang di surau dahulu, hamba menganggap bahwa hamba telah beribadah kepadamu. Sebagai semak – semak yang hampir, hamba pun tergoda untuk mengejar pahala agar masuk surga. Guru agama kami telah membawa kabar gembira tentang negeri akhirat nan indah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tapi dia lebih acap menakut-nakuti kami dengan neraka yang menyala-nyala, yang bahan bakarnya iblis-iblis. Jadilah hamba seseorang yang beribadah karena takut dibakar.

Beribadah secara hamba adalah ritus yang berulang-ulang seorang paranoia. Tunggang tunggit dalam shalat tapi tak paham makna bacaannya. Kami diajari mengaji, hanya untuk tartil, membaca yang benar dan memerdukan suara. Bahkan dengan lancang kami mengambil potongan-potongan firmanMu sebagai mantra untuk menakut-nakuti jin kafir.

Pada malam Ramadan kami membuat lingkaran tadarus. Sebagian dari kami tampak seperti bersahut-sahutan dan memamerkan siapa yang paling elok suaranya. Padahal kami laksana kumpulan pembaca peta buta. Tilawah dan tadabur hampir tak ada dalam tradisi Ramadan kami.

****

Ya Samii’, Ramadan kami sangat riuh. Kami tidak pernah dianggap sebagai Muslim dewasa. Level kami adalah kanak-kanak abadi seperti yang dicita-citakan Peter Pan. Seseorang harus berteriak dengan speaker masjid agar kami terbangun di waktu sahur. Padahal kami punya alarm, kami juga punya jam weker bahkan jam biologis karuniaMu.

Pun, tidak mungkin seisi rumah kami tidur seperti mayat, akan ada saja yang terbangun atau membangunkan. Tapi teriakan sahur itu selalu ada seumur hidup kami, seakan mereka sengaja dikirim dari zaman ketika alarm belum ditemukan. Entah bagaimana pula jadinya andai pengeras suara juga belum pernah diciptakan hingga sekarang. Mungkin mereka akan langsung menggedor pintu rumah kami satu demi satu. Mereka tampak begitu khawatir Peter Pan akan kesiangan.

Menjelang Ramadan, petinggi dan tetua agama kami sibuk membuat pengaturan tentang cara menutup tempat makan di siang hari dan hiburan di malam hari. Orang-orang berpuasa seolah dijaga sedemikian rupa dari segala cobaan Ramadan. Sebagaimana memelihara kanak-kanak, kami yang berpuasa dibuat senyaman mungkin dalam melaksanakan ibadah, agar puasa tidak batal atau berkurang pahalanya.

Lalu di hari nan fitri setelah Ramadan berakhir, kami menyebutnya sebagai hari kemenangan. Kemenangan atas apa? Bukankah iblis-iblis sudah dirantai dan godaan-godaan lainnya sudah dijauhkan sejauh-jauhnya. Kalau hanya untuk haus dan lapar, seekor ulat bahkan mampu berpuasa berhari-hari lamanya.

****

Ya Majiid, Yang Maha Mulia. Sebagai semak-semak hampir yang takut dibakar, hamba kadang tergoda untuk membanding-bandingkan tata cara beribadah hamba dengan hambaMu yang lain. Di antara kami bahkan saling berbantah-bantah bahwa shalat kami lah yang paling benar. Perbedaan cara ibadah kami segera dapat ditebak dari cara kami berpenampilan. Misalnya antara yang bersarung dan berpeci hitam dengan yang berjenggot dan bercelana cingkrang.

Bahkan ada yang ingin hidup seperti umat pada 14 abad yang lalu di tanah kelahiran nabi kami. Mereka menihilkan peradaban umat manusia baharu di satu sisi, tapi memanfaatkannya di sisi yang lain. Padahal nabi di masa lalu hidup dalam kekinian. Beliau tidak mengadopsi peradaban Nabi Idris yang jauh ketinggalan zaman, misalnya. Di lain sisi pula, di antara kami begitu menyanjung adat leluhur bumi pertiwi dan membaurkannya dengan tata cara ibadah.

Ya Malik, Yang Maha Merajai Hari Akhir. Engkaulah juri agung pada semesta kami. Bahwa kunci surgaMu terletak pada kekuatan iman, keikhlasan, kejernihan kalbu dan rahmatMu yang maha luas. Kami sedikit pun tak punya otoritas untuk menentukan mana ahli surga mana penduduk neraka. Bahkan jika kami hanya semata memusingkan soal surga dan neraka, maka derajat iman kami hanyalah seangkatan dengan spekulan dan budak. Bahwa kecintaan tanpa pamrih kepadaMu atas ibadah-ibadah kami, itulah derajat keimanan paling paripurna. Bukankah Engkau menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk beribadah kepadaMu, bukan menjadi peserta sayembara untuk mendapat tiket ke surga atau pecundang yang tergelincir ke neraka.

****

Ya Haliim, Yang Maha Penyantun. Perbaikilah jalan hidup kami, sehingga tahajud-tahajud kami adalah penyerahan diri laksana nabi, bukan karena kami sedang butuh. Lancang nian kami ketika mendudukkanMu laksana biro jasa, untuk menyelesaikan pahit getir kehidupan yang sedang menimpa kami. Kami bahkan “memerintah” Mu untuk menyegerakan prosesnya. Begitu masalah hidup kami sudah terangkat, kamipun segera menutup jam malam untukMu tanpa membayar tagihan. Padahal semestinya kami bertahajud untuk meraih ridhoMu dan berharap mudah-mudahan Engkau mengangkat derajat keimanan kami ke tingkat para wali.

Ya Ghafur, Yang Maha Pengampun. Ampunilah semak belukar hampir yang takut dibakar ini. Bahwa hamba hampir seperti hambaMu yang sempurna tauhidnya. Padahal tidak ya Rabb. Hamba telah menjadikan daki dunia sebagai berhala-berhala sembahan. Setitik penyandaran diri kepada selainMu adalah bentuk kecacatan tauhid kami. Kami selalu mencemaskan hari esok yang telah Engkau tulis dalam Lauh Mahfuz.

****

Ya Lathiif, Yang Maha Lembut. Engkau bisa saja menggantikan kami yang ingkar ini dengan umat yang baru. Tapi Engkau senantiasa menangguhkan azab sampai kepada waktu yang ditentukan. Agar kami selalu punya peluang untuk bertobat. Engkau memperlakukan kami dengan sangat lembut. Padahal perangai dan penentangan yang kami buat atas hukumMu sudah melebihi umat-umat terdahulu.

Engkau membinasakan kaum terdahulu untuk memberi ikhtibar kepada kami. Tapi cerita-cerita tentang azab yang menimpa umat Nabi Nuh, kaum Luth, Firaun dengan bala tentaranya, atau Raja Namrud dengan pasukan bergajahnya, kami jadikan sebagai dongeng pengantar tidur.
****

Ya Azhiim, Yang Maha Agung. Sungguh kami telah bermegah-megah dalam dunia ini. Selalu lupa hari esok tentang penantian panjang menuju hisab. Akankah kami segera terlontar ke neraka untuk dipanggang di atas bejana penyiksaan terlebih dahulu baru kemudian diterima di surgaMu, atau justru kekal di dalamnya. Naifnya, kami bahkan tak mengambil berat tentang itu.

Kami menjadikan agama sebagai ajang perdebatan. Kami menjadikan agama sebagai seremonia tanpa makna. Kami menjadikan identitas dan pernik Islami sebagai penegasan bahwa kamilah calon surga. Kami secara instan dengan mudah memvonis kafir kepada siapa saja yang berada di luar pemahaman kami akan ayat-ayat.

Atau kami tidak menjadi apa-apa atas agama. Keislaman kami hanya tertulis pada kartu identitas, untuk selanjutnya disebut agen sekuler yang alergi atas hukum Tuhannya sendiri lalu berlutut pada risalah-risalah peninggalan Belanda. Kami menyuburkan riba dan menghindar sedekah. Jika pun harus menyumbang ke masjid, kami dengan megah memilih kotak amal yang berjalan ketimbang diam-diam menyelipkannya di kotak amal yang selalu ada di sudut atau di pintu masjid. Selain untuk dilihat, kami menutupi dengan tangan tentang apa yang kami sumbangkan karena takut ketahuan bahwa jumlahnya terlalu receh.

****

Ya Hafizh, Yang Maha Memelihara. Sesungguhnya kami telah menjadi umat akhir zaman yang menggelikan. Kami benar-benar telah menjadi makhluk paling canggih sejak berjibaku di sosial media. Selain memotret makanan, kami pun acap berdoa kepadaMu lewat dinding Facebook. Kami merintih atau memuji dengan memanggil-manggil namaMu melalui posting-posting, bukan lagi dengan cuapan bibir dan getar hati di bentang sajadah. Seolah-olah Engkau sangat setia mem-following kami dan selalu ada dalam daftar pertemanan setiap orang.

Ya Allah, peliharalah kami dari fitnah akhir zaman. Jagalah kami dari hujan informasi terkutuk lagi menyesatkan yang berlalu lalang tiap detik dari telepon genggam kami. Berilah kami kekuatan dan kecerdasan untuk menapis mana yang baik dan mana yang buruk. Jadikan kami kalifah dari kemajuan zaman, paling tidak untuk diri dan keluarga terdekat kami, bukan semak belukar mencemaskan yang menghidangkan dirinya untuk dibakar kelak.

Ya Fattaah, Yang Maha Pembuka Rahmat. Bahwa ibadah kami tidaklah pernah cukup untuk menebus surgaMu, meski seluruh gerak hidup kami yang singkat ini dinilai sebagai ibadah. Curahkanlah rahmatMu di hari yang fitri ini dengan pengampunan dan keridhaanMu. Jika surga dan neraka tidak pernah Engkau ciptakan, masih inginkah kami beribadah kepadaMu? ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun