Begawan Galileo Galilei dipaksa lari terbirit – birit karena hendak dibunuh hanya gara – gara mengatakan bumi ini bulat dan berputar. Jauh sebelum itu Socrates dihukum minum racun sebab ia mendebatkan ilmu fisafat kepada orang awam. Ketika langit Eropa masih diselimuti kabut hitam kebodohan, ketika itu pula segala hal yang ingin meruntuhkan keyakinan akan cepat dipatahkan.
Ilmuan bahkan dituduh sebagai tukang sihir, penyelidikan – penyelidikan ilmu dianggap pekerjaan setan. Ketiadaan ilmu adalah salah satu sisi gelap kehidupan, tapi terlalu lama bertahan di sana dan tak hendak membuka diri, adalah persoalan lain yang lebih menyedihkan.
Tanpa ilmu kita adalah jelata sangat biasa yang ditipu tiap sebentar. Dijemput dengan truk bekas pasir pada saat pemilihan umum, bersorak – sorai waktu kampanye kemudian diupah nasi bungkus. Tanpa ilmu, anak gadis kita dijual seperti sapi, dirayu dengan rupa – rupa janji. Yang bujang diselundupkan ke negeri jiran, entahlah sekarang, dulunya dipulangkan lagi dengan kepala botak dan disuntik gila.
Tanpa ilmu kita bukan siapa – siapa. Dikenal mungkin jika terpaksa diliput media untuk jadi saksi penemu mayat bayi yang dicampak ke tepi parit, atau korban tabrak lari. Itu saja. Kapan orang tak berilmu dicari - cari, nanti dekat – dekat pemilu.
Kita dijajah ratusan tahun, itu semata – mata karena kebodohan. Tidak banyak raja berhati pahlawan karena umumnya raja – raja berlaku pongah. Mereka meletakkan otaknya di ujung senjata dan hatinya dijadikan alas duduk singgasana. Mereka bahkan meminjam meriam Belanda untuk menembak bangsa sendiri dari kerajaan tetangga.
Ketiadaan ilmu membuat mereka tidak peka pada taktik pecah belah kolonial. Sedangkan orang – orang tak berilmu di zaman kerajaan adalah prajurit – prajurit siap mati muda demi mempertahankan singgasana sang raja. Yang wanita begitu bangga menjadi selir – selir.
Untuk sementara bolehlah kita terpesona dengan bangsa Eropa dan berkiblat kepada keagungan peradaban Barat, tapi nanti di ujung tulisan ini akan lain ceritanya. Dibanding orang Timur terutama Timur Tengah, Eropa dulu masih bebal dan ketinggalan 600 tahun. Begitu masuk era pencerahan pada zaman renaissance, mereka langsung menjajah.
Orang – orang berilmulah yang mengatur strategi untuk mengusir penjajah serta terus menerus memutar otak. Yang tak berilmu berjalan dengan langkah gontai lalu dengan pasrah menganggap yang memerintah negeri ini sampai kapan - kapan adalah orang Belanda. Pemikiran semacam ini yang mungkin merasuk ke seorang murid wanita.
Ketika Bung Karno mengajar saat dibuang ke Bengkulu ia pernah bertanya, “Kenapa kita menuntut kemerdekaan, sedangkan kita sekarang sudah enak di bawah Pemerintah Hindia Belanda?”. Model – model seperti itu masih sangat banyak sekarang. Sedikit saja sudah merasa berada di zona nyaman, langit mau terbalik ya terbalik lah.
Itulah sebab mengapa menuntut ilmu dalam agama wajib hukumnya. Mohon dikesampingkan bahwa ilmu hanyalah rupa – rupa gelar, tapi lebih dari itu adalah semacam taman pikiran yang senantiasa hidup dan tumbuh berbunga. Hidup ini adalah pengembaraan hikmah hingga batas liang kubur dan alam terkembang jadi guru.
Kecuali pendebat tersesat yang hatinya sudah tertutup tembok tebal, orang – orang berilmu akan semakin merunduk seperti padi. Mereka mengamati dari kejauhan, akan bicara apalagi orang – orang bodoh hari ini. Pekerjaan mereka adalah mendalami dan mendalami, bukan berkoar kegirangan begitu mendapat satu tetes ilmu yang dia pikir hanya dialah yang tahu.