Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Igau Trump Soal Columbus

21 Desember 2015   11:22 Diperbarui: 4 Maret 2019   14:28 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (www.google.com)

Sebagaimana kita pahami, rasisme yang menghinggapi Trump didefinisikan sebagai suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu yang lebih superior memiliki hak untuk mengatur ras lainnya. Rasisme menanamkan kebencian patologis terhadap ras yang berbeda.

Jika Jeff Bezos berhasrat untuk mengirim Trump ke luar angkasa sebagai reaksi kemarahannya, saya pun ingin menciptakan mesin waktu imaji untuk mengajak Trump bertamasya ke masa lalu agar ia segera tahu diri dan “bertobat”. Trump harus disadarkan bahwa sejarah Amerika tidak memberi alasan logis apapun kepada bangsa Kulit Putih untuk mengusir kulit berwarna.

Bahkan jika sejarah penaklukan dan genosida terhadap 200 juta nyawa orang Indian di Amerika kembali diungkit, maka orang macam Trump tidak akan punya muka untuk tampil di pentas humanistik manapun karena menyandang stigma kebrutalan kakek moyangnya di masa lalu.

Amerika ditemukan sudah lampau sekali, sehingga tak seorang pun yang tahu persis bagaimana penemuan itu terjadi. Agaknya sudah berlangsung sekitar 15.000 tahun yang lalu ketika sekelompok orang Siberia atau Mongolia melintasi tanah genting yang menyatukan Asia dan Alaska.

Tanah genting itu kemudian tenggelam, tapi para pendatang menetap. Chistopher Columbus bukanlan penemu Amerika sebenarnya. Ia hanyalah orang yang berada di tempat dan waktu yang tepat. Columbus sampai ke benua Amerika pada tahun 1492 waktu Eropa mulai keluar dari zaman pertengahan.

Pada waktu itu pengaruh Islam di Spanyol berakhir pasca Perang Salib. Muslim yang tersisa kemudian diusir. Tetapi interaksi berabad – abad telah meninggalkan dua bekas: bangsa Spanyol terlanjur gemar masakan Arab yang kaya rempah, dan rempah mulai dianggap sebagai komoditas mahal yang laku keras di pasaran.

Ekspedisi bangsa Eropa pun dimulai untuk mencari Kepulauan Rempah – rempah (baca: Nusantara). Penjelajahan pertama oleh Portugis di bawah Bartholomeus Diaz hanya mencapai setengah jalan. Spanyol yang berharap menemukan jalan pintas, mau tidak mau harus membiayai Columbus yang punya ide untuk pergi ke Timur dengan cara aneh berlayar ke arah Barat. Columbus percaya mutlak kepada Ptolemeus, Copernicus dan Galileo yang mengajarkan kepada Eropa bahwa bumi itu bulat.

Bukannya sampai lebih cepat apalagi menemukan rempah - rempah, Columbus justru mendapatkan bongkahan besar penghalang, dihuni bangsa pribumi yang mengikat kepala dengan bulu merak. Columbus menamakan daratan penghalang besar itu sebagai Amerika dengan mengambil nama temannya Amerigo Vespucci. Ia juga menyebut kaum pribumi itu Indian karena menganggap Amerika sebagai India (Timur).

Hingga seratus tahun setelahnya, ekspedisi pertama dari Inggris merapat di Virginia (sekarang negara bagian Nort Caroline). Koloni ini diharapkan mendatangkan keuntungan besar. Tapi sepertinya tidak ada yang bisa ditanam di Virginia, kecuali jenazah. Sebagian besar dari mereka mati karena kelaparan dan penyakit. Yang bertahan hidup mencoba merampok orang Indian.

Amerika mulai tampak berguna sebagai tanah jajahan bagi orang Inggris setelah mereka menemukan tembakau, tumbuhan asli wilayah itu. Dalam waktu singkat seluruh Amerika kecanduan merokok, mengisap atau mengunyah tembakau. Permintaan yang tinggi akan tembakau menciptakan kolonialisasi militeralistik dan perbudakan. Berkapal – kapal orang negro Afrika didatangkan sebagai budak, sejurus dengan makin banyaknya kaum puritan Inggris yang ingin menetap di Amerika untuk rumah masa depan.

Dalam catatan lain, sebelum Columbus, Laksmana Muslim Cheng Ho sudah pernah mendarat di Amerika 70 tahun lebih awal. Bahkan lima abad sebelum itu, para pelaut Islam dari Granada dan Afrika Barat sudah menjejakkan kakinya di sana. Sekitar tahun 900 masehi hingga setengah abad kemudian semasa kejayaan Dinasti Umayyah, sudah ada pendakwah bernama Khasykhasy Ibn Said Ibn Aswad dari Cordoba yang mengajarkan penduduk asli tentang Islam. Pada prasasti berbahasa Arab yang ditemukan di Misississipi Valey dan Arizona disebutkan, jika orang – orang Islam yang datang ke daratan ini juga membawa gajah Afrika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun