[caption id="attachment_250173" align="alignleft" width="300" caption="Memikul Tanggung Jawab (sumber: minjem google.com)"][/caption] Sudah terlalu banyak tulisan yang mengangkat kisah tentang wakil rakyat kita. Mulai dari yang terdahulu sampai yang paling mutakhir. Seakan tak ada habisnya mengupas dinamika mereka. Dari mulut yang tak pernah mengenyam sekolah sampai foto syur, mulai jadwal tidur selagi rapat sampai cadangan air kolam renang untuk kebakaran. Alangkah hebatnya beliau-beliau yang terus memberi nafkah bagi media yang meraup pundi-pundi uang dari pemberitaan mereka bagaikan sumber mata air yang tiada pernah kering. Melangkah ke belakang, masih segar ingatan ketika para Caleg berkampanye. Berbagai slogan, kata-kata mutiara, janji dan visi misi diumbar di ruang publik. Spanduk, baliho, selebaran pamflet, bahkan kaos yang sering dipakai oleh bapak pengayuh becak di pasar. Semua berkata lantang dengan kebenaran yang hakiki murni: "Kami Wakil Rakyat, dengan segenap kemampuan kami akan mengawal segala unek-unek jeritan hati rakyat yang kuwakili!". Pidato kampanye yang berapi-api sampai semburat air liur itu. Sebentar, mungkin kita bisa bertanya kepada mereka definisi dari "wakil rakyat" itu apa? Apa itu wakil rakyat? Makanan ringan yang dijual di pasar? Jujur saya kurang mengerti melihat beliau-beliau selama ini dengan entengnya menganugerahi diri dengan sebutan wakil rakyat. Tugas wakil rakyat, tugas yang sangat mulia sekaligus sangat berat. Tapi ada apa dengan beliau-beliau? Benarkah beliau mengenal rakyat? Bagaimana jika saya berkata: "Kau tak kenal rakyatmu sendiri! Pernahkah anda melihat seorang perempuan paruh baya memikul sekeranjang kacang tanah? Akan dijual kepada siapa? Di mana? Kacang yang sepikul itu, cukupkah untuk makan barang sehari, dua hari, atau seminggu? Anda tahu? Apakah pernah muncul di benak anda, cukup sehatkah perempuan itu memikul sekeranjang kacang? Terpaksakah ia memikulnya? Apakah anda tahu? Apakah anda tahu sudah layakkah pendidikan anaknya? Bahkan apakah anda yakin suaminya tidak mati karena tak kuat membayar biaya berobat? Ya, itu baru seorang pemikul kacang Pak, Bu. Kalau anda tak mengenal rakyat, tak usahlah berkoar menjadi wakil rakyat. Apa yang anda wakili jika anda bahkan tak mengenal siapa yang anda wakili? Absurd!" Kami hanya ingin wakil yang mengenal kami, melihat kebawah, memandangi wajah-wajah rakyat yang engkau wakili. Bukan yang sibuk studi banding ke luar negeri, kemudian lupa diri dan merajuk meminta gedung karena iri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H