Banyak mahasiswa melontarkan pendapat bahwa merokok bisa dijadikan sebagai tempat pelarian akibat stres akademik maupun lingkungan sosial. Merokok merupakan suatu habit yang telah lama ada di masyarakat, dampaknya terhadap kesehatan juga sudah banyak diketahui oleh masyarakat umum apalagi bagi civitas akademika. Namun, fenomena merokok masih sering kita jumpai di area yang semestinya bebas dari asap rokok, contohnya seperti di lingkungan kampus.
Di zaman yang sudah modern ini, kebiasaan merokok sudah berkembang menjadi berbagai bentuk. Dua di antaranya yaitu pod dan vape yang seringkali membingungkan masyarakat awam. Meskipun pod dan vape merupakan alternatif dari rokok konvensional, namun keduanya memiliki beberapa perbedaan yang signifikan. Jika dilihat dari bentuknya, pod memiliki desain produk yang sangat simpel dan lebih kecil, sehingga mudah untuk dibawa kemanapun. Selanjutnya vape memiliki desain produk lebih kompleks dan lebih besar dari pod karena dilengkapi berbagai fitur seperti pengaturan suhu dan kontrol udara. Walaupun dikemas dengan produk yang berbeda, sejatinya pod, vape, maupun rokok sama-sama memiliki resiko terhadap kesehatan terutama penyakit pernapasan karena ketiganya mengandung zat nikotin.Â
Beberapa faktor penyebab dari kebiasaan ini antara lain kurangnya kesadaran diri sendiri terhadap bahaya merokok. Banyak sekali mahasiswa yang tidak menyadari akan dampak negatifnya, sehingga mereka tetap mengkonsumsi produk tersebut tanpa mempertimbangkan berbagai resikonya. Selanjutnya, tekanan sosial atau bisa disebut dengan peer pressure juga menjadi faktor yang signifikan, karena mahasiswa sering kali merasa terpaksa untuk mengharuskan suatu individu bertindak atau melakukan dengan cara tertentu sesuai dengan lingkungan maupun kelompoknya.
Di zona akademik yang seharusnya menjadi tempat untuk berkembang dan menimba ilmu, kini malah menjadi ajang untuk mempromosikan kebiasaan merokok pod dan vape di lingkungan kampus. Meskipun poster larangan merokok sudah banyak terpampang di berbagai sudut, alih-alih diterapkan di lingkungan kampus, poster tersebut hanyalah dianggap sebagai tempelan tak berarti bagi beberapa mahasiswa. Fenomena tersebut dapat terjadi karena di lingkungannya banyak sekali perilaku yang sama sehingga menimbulkan normalisasi kebiasaan buruk tersebut.
Kurangnya penyuluhan dan pengawasan yang konsisten, membuat aturan tersebut sulit untuk diterapkan. Salah satu solusi dari problematika tersebut bisa dengan cara pendekatan berbasis dialog antara mahasiswa, dosen, maupun pihak kampus, sehingga bisa membantu menciptakan kesadaran bersama. Selain itu pengawasan dari pihak kampus juga perlu ditingkatkan lebih tegas lagi.
Pada akhirnya, problematika diatas menunjukkan dilema antara kebebasan individu dengan tanggung jawab sosialnya. Zona akademik atau kampus, sebagai tempat menimba ilmu dan pembentukan karaktersudah semestinya bertanggung jawab besar dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan kondusif. Dengan kesadaran dan tindakan yang nyata, budaya sehat dapat tumbuh tanpa mengorbankan hak dan kenyamanan siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H