Agama Islam adalah agama semua Nabi yang diutus oleh Allah swt. Mulai dari Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Hubungan antara dakwah Nabi Muhammad saw dan dakwah para Nabi sebelumnya berjalan di atas prinsip ta’kid (penegasan) dan tatmim (penyempurnaan). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Muhammad saw.
Beliau bersabda, “Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan kemudian ia memperindah dan mempercantik bangunan tersebut kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, ‘Amboi, jika batu bata ini diletakkan?’ Akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, dakwah para Nabi didasarkan pada dua asas. Pertama, akidah. Kedua, syariat dan akhlak. Akidah mereka sama; dari Nabi Adam as sampai kepada penutup para Nabi, Muhammad saw. Esensi akidah mereka, lanjut al-Buthy, adalah iman kepada wahdaniyah Allah. Menyucikan Allah dari segala perbuatan dan sifat yang tidak layak bagi-Nya. Beriman kepada hari akhir, hisab, neraka dan surga. Setiap Nabi mengajak kaumnya untuk mengimani perkara tersebut. Masing-masing mereka datang sebagai pembenaran atas dakwah sebelumnya sebagai kabar gembira akan diutusnya Nabi sesudahnya. Semuanya, masih menurut al-Buthy, membawa hakikat yang diperintahkan untuk menyampaikan kepada manusia, yaitu dainunah lillahi wahdah (tunduk patuh kepada Allah semata). Inilah yang dijelaskan Allah swt dengan firman-Nya,
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy-Syura [42]: 13)
Jadi, dalam masalah akidah semua nabi berada dalam satu jalur. Sama sekali tidak ada perbedaan di antara dakwah-dakwah mereka. Tersebab, masalah akidah termasuk bagian dari ikhbar (pengabaran). Pengabaran tentang sesuatu tidak mungkin berdeda antara satu pengabar dengan pengabar yang lain jika kita yakini kebenaran khabar yang dibawa. Sangat aneh sekali jika, misalnya, Allah swt mengutus seorang Nabi untuk menyampaikan bahwa Allah adalah salah seorang dari yang tiga (Mahasuci Allah dari yang mereka katakan). Kemudian setelahnya, diutus seorang Nabi agar menyampaikan bahwa Allah itu Mahasatu dan tidak ada sekutu baginya. Padahal, kedua Nabi tersebut sama-sama jujur, tidak pernah berkhianat tentang apa yang dikabarkan.
Lain halnya dalam masalah syariat, yaitu penetapan hukum yang bertujuan mengatur kehidupan masyarakat dan pribadi, telah terjadi perbedaan menyangkut cara dan jumlah antara satu Nabi dan Nabi yang lain, oleh karena syariat termasuk katagori insya’, bukan ikhbar sehingga berbeda dengan masalah akidah. Faktor lainnya adalah perkembangan zaman dan perbedaan umat atau kaum akan berpengaruh terhadap perkembangan syariat dan perbedaannya, karena prinsip penetapan hukum didasarkan pada tuntutan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Ditambah, para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw diutus pada kaum tertentu, bukan kepada semua manusia, hingga hukum-hukum syariatnya terbatas pada umat tertentu, sesuai dengan kondisi umat tersebut.
Intinya, setiap Rasul membawa akidah dan syariat. Dalam masalah akidah, tugas setiap Nabi tidak lain hanya menegaskan kembali (ta’kid) akidah yang sama yang pernah dibawa oleh para Rasul sebelumnya, tanpa perubahan atau perbedaan sama sekali.
Dalam masalah syariat, setiap Rasul menghapuskan syariat sebelumnya, keculai hal-hal yang ditegaskan oleh syariat yang datang kemudian, atau didiamkannya. Hal ini sesuai dengan mazhab yang mengatakan, syariat umat sebelum kita adalah syariat bagi kita (juga) selama tidak ada (nash) yang dapat menghapuskannya. Perhatikan firman Allah melalui Nabi Isa as yang ditujukan pada Bani Israel, “.....Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu.....” (QS. Ali Imran [3]:50)
Dari analisis di atas, jelas tidak ada yang namanya agama-agama langit (adyan samawiyah). Yang ada hanyalah syariat-syariat langit (samawiyah), di mana syariat yang baru menghapuskan syariat sebelumnya, sampai datang syariat terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Agama yang benar hanya satu, Islam. Semua Nabi berdakwah kepadanya dan memerintahkan kepada manusia untuk tunduk kepadanya, sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw.
Nabi Ibarahim, Isma’il, dan Ya’qub diutus dengan membawa Islam. Allah berfirman, “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah [2]:130-132).
Nabi Musa as diutus kepada Bani Israel jega dengan membawa Islam. Allah berfirman, “Ahli-ahli sihir itu menjawab: "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (QS. Al-A’raf [7]:125-126)
Pun pula Nabi Isa as, ia diutus dengan membawa Islam. Firman Allah, “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).” (QS. Ali Imran [3]:52)
Dari uraian di atas, teranglah bahwa agama semua Nabi hanya satu, Islam. Para Ahli Kitab mengetahui kesatuan agama ini. Mereka mengetahui bahwa para Nabi diutus untuk saling membenarkan dalam hal agama. Mereka juga mengetahui dalam masalah akidah para Nabi tidak pernah berbeda. Akan tetapi, mereka enggan memeluk Islam dengan berdusta atas nama para Nabi setelah datangnya pengetahuan dan karena kedengkian di antara mereka.
Allah berfirman, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka”. (QS. Ali Imran [3]:19)
[caption id="attachment_371899" align="aligncenter" width="500" caption=""][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H