Mohon tunggu...
M Nadi el_Madani
M Nadi el_Madani Mohon Tunggu... mahasiswa -

Senang membaca, menulis dan berdiskusi|bagi saya, dengan semangat dan ketekunan apapun dapat dilalui

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Akhirat dan Dunia

24 Februari 2015   20:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:35 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Rabbanâ atinâ fî ad-dunyâ hasanah wafî al-akhîrah hasanah”.
~Al-Qur’an Karim~
Selama ini tidak sedikit orang yang mempunyai pandangan stereotipe, dikotomisasi antara dunia dan akhirat. Orang yang lebih memilih urusan dunia berdalih bahwa kita sudah semestinya menjalani hidup kita saat ini. Perihal urusan akhirat, kita urus nanti. Sebaliknya, orang yang lebih cenderung pada kehidupan ukhrawi beralasan bahwa hidup di dunia hanya sementara, sedangkan hidup di negeri akhirat itu untuk selamanya. Atau dengan kata lain, tak apalah sensara di dunia, yang penting di akhirat kelak sejahtera.
Padahal dalam Islam tidak dikenal istilah dikotomisasi semacam itu. Urusan dunia dan akhirat sama-sama penting. Dunia adalah ladang akhirat. Orang yang sukses menggarap ladang tersebut, dan menanaminya dengan benih-benih berkualitas, ia akan memanen hasil yang tak terhingga dan tidak dapat dibayangkan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sedikit banyak agama Islam memang lebih mentitikberatkan pada kehidupan di negeri akhirat. Dan, hal itu tidak bisa dijadikan justifikasi bahwa Islam tidak respek sama sekali pada kehidupan dunia. Justru sebaliknya. Lho kok? Sebab, Islam menamsilkan akhirat dan dunia dengan padi dan rumput. Saat kita menanam padi, pasti rumput akan ikut tumbuh bersamanya. Tetapi, ketika kita menanam rumput, sampai kapan pun padi tidak akan pernah tumbuh bersamanya.
Di samping itu, dunia bukanlah tujuan tapi hanya sarana (wasilah). Sehingga tidak benar apabila dunia dijadikan tujuan. Dunia adalah tunggangan. Orang yang di dunia tidak ‘sukses’, jangan harap di akhirat dia akan ‘sukses. Tetapi, orang yang di dunia ‘sukses’ kemungkinan besar di akhirat dia akan ‘sukses’ pula.
Jadi, Islam tidak pernah memarginalkan kehidupan dunia. Hanya saja, ada pemilahan antara sesuatu yang mesti didahulukan dan sesuatu yang tidak harus didahulukan. Islam berusaha mengarahkan umatnya agar tidak salah memilih. Jika pilihan kita salah, petakalah yang akan mendera kita. Islam hanya ingin yang terbaik bagi pemeluknya. Itu saja.
Syahdan, Nabi Yusuf as pernah ditawari tiga hal, yaitu ilmu, harta dan tahta. Dan, Nabi Yusuf as lebih memilih ilmu ketimbang harta dan tahta. Karena, ilmu lebih penting. Dengan ilmu, apapun bisa diraih, harta dan tahta sekalipun. Terbukti, dengan memilih ilmu, Nabi Yusuf justru bisa memperoleh ketiganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun