“Tang… teng”
“Sang … seng”
“Aaaarrrrgghhh…”
Puluhan pedang bercumbu setiap hari memperebutkan wilayah dan ego pemegangnya. Ada yang selamat dan kembali, ada juga yang mati dan tercerai berai. Keadaan seperti itu sudah menjadi hal biasa bagi mereka. Pertempuran selalu terjadi diantara kerajaan Tavia dan kerajaan Dungra.
Kerajaan Tavia berpusat di provinsi Rende. Kehidupan di kerajaan Tavia sangatlah makmur. Sumber kekayaan alam yang melimpah mulai dari hutan, danau, sungai dan gunung berpihak pada mereka. Lain halnya dengan kerajaan Dungra.
Kerajaan Dungra berpusat di provinsi Ganjur. Keadaan mereka memang tidak buruk, namun jika dibandingkan dengan kerajaan Tavia, perbedaan mereka sangatlah terasa. Wilayah kerajaan Dungra hanya terdiri dari Sungai dan Gurun pasir yang gersang.
Suatu ketika kerajaan Dungra sedang melaksanakan rapat bulanan mereka, salahsatu kasim kerajaan Dungra mengusulkan kepada Raja untuk merebut daerah kekuasaan kerajaan Tavia.
“Yang Mulia Raja, seperti yang anda ketahui, wilayah kita sangatlah berbanding terbalik dengan wilayah kerajaan Tavia. Hamba mengusulkan bagaimana jika kita menyerang penuh kerajaan Tavia hingga mereka semua rata dengan tanah,” Ujar seorang kasim yang diketahui bernama Lagares
“Aku juga sudah lama menginginkan hal itu, tetapi bagaimana caranya agar kita bisa menyerang mereka tiba tiba dengan efektif ?” ujar Raja
“Aku punya ide” Ujar Hando sambil mengacungkan tangannya menandakan ia ingin menyampaikan sesuatu
Hando adalah penasihat kerajaan Dungra. Ia sangat dipercaya oleh Raja, karena Hando merupakan teman Raja Dungra sejak dari kecil.