Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Waisak dan Dunia Hasrat

5 Mei 2012   03:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:41 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air suci dari Umbul Jumprit Ngadirejo Temanggung, sedang disakralkan di Candi Mendut. Ribuan kendi air suci itu akan dibagikan kepada umat Budha yang besok (6/5), akan memperingati Puncak Acara Hari Waisak di Candi Borobudur. Air yang akan menjadi srana (jalan) puja bakti umat Budha juga memiliki kemukjizatan yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit fisik dan mental.

Air memang menjadi medium sentral dalam setiap puja yang dilakukan umat Budha. Air melambangkan kehidupan manusia itu sendiri. Sebagian besar bagian tubuh manusia terdiri dari wujud air. kesadaran diri mengenai hakikat tubuh dari air ini, akan mengantarkan manusia pada inti substansinya, untuk selalu berserah diri kepada para Dewa dan Dewi untuk mendapatkan perlindungan dan penyelamatan dari mara bahaya. Sebab manusia sesungguhnya sangatlah lemah, dan hidup dalam pengaruh nafsu yang bisa menjerumuskan hidup manusia menjadi hina.

Karena manusia selalu dalam pengaruh hawa nafsu, maka tempat kehidupan yang paling dasar disebut kamadhatu, alam atau dunia yang penuh hasrat. Manusia menuruti hasrat manusiawinya untuk memperkaya diri, mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta, untuk bisa mendapatkan tahta dan wanita. Hasrat tak terkendali inilah yang membawa manusia pada perilaku mencuri, dan tentu saja korupsi.

Air suci akan bisa membasuh batin manusia, rohani manusia agar memiliki kekuatan para Dewi dan Dewa untuk bisa mengendalikan hasrat buruknya, hasrat angkara, dan kembali pada jalan yang telah ditunjukkan Budha Suci untuk menjalani kehidupan yang memiliki manfaat bagi semua yang ada di muka bumi, welas asih terhadap manusia yang lemah dan miskin, merawat alam semesta, dan menjaga kepunahan hewan-hewan.

Itulah keindahan jalan hidup yang dilempangkan Budha Suci, ketika ia hendak meninggalkan istana dengan seluruh kemewahannya, tidak saja harta yang berlimpah, tahta yang ada dalam genggamannya, tetapi juga perempuan nan rupawan yang bisa ia pilih untuk memenuhi hasratnya. Tetapi Budha Suci memilih meninggalkan semuanya. Ia memahami benar kehidupan dalam alam hasrat hanya bisa damai manakala manusia mampu mengendalikan hasrat angkaranya, hasrat rendahnya. Dan Budha Suci memberikan keteladanan bagi umatNya.

Budha Suci, bukanlah hanya milik umat Budha, keteladannya merupakan ajaran universal bagi umat manusia dan nilai kemanusiaannya. Maka momentum Waisak sudah semestinya menjadi titik terminasi bagi manusia yang masih dikendalikan oleh hasrat angkara, dan tahun depan sungguh-sungguh mengikuti ajaran Budha Suci untuk mengendalikannya. Membasuh tubuh dengan semangat air suci yang sudah disakralkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun