Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Merapi, Pikuk Menyambut Musim Hujan

13 Oktober 2011   10:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:00 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melintasi jalan Yogyakarta-Semarang, akan melewati wilayah Jumoyo, sepanjang beberapa ratus meter, yang memotong kali Putih. Di wilayah ini, masih bisa disaksikan keancuran rumah di kanan-kiri jalan, pasir-pasir yang menggunung, dan batu-batu merapi ukuran besar yang teronggok, meski kuli pemecah batu sudah bekerja keras menghancurkannya. Kendaraan berat masih terus tampak sibuk bekerja, memperlebar dan memperdalam aliran kali Putih. Memang, sebagian besar masyarakat sudah tidak memberikan perhatian kepada masyarakat sekitar kali Putih, meskipun mereka menjadi korban erupsi merapi satu tahun yang lalu. Mungkin, pemahaman umum, bencana gunung Merapi, hanya terfokus pada peristiwa semburan awan panas (wedhus gembel) dan aliran lahar panas membara. Kini, tidak saja, masyarakat di sepanjang kali Putih, tetapi semua masyarakat yang berada di daerah aliran sungai yang memiliki hulu di gunung Merapi diterjang rasa gelisah. Pasalnya, musim hujan yang sebentar lagi akan tiba, diperkirakan akan merontokkan lahar dingin di puncak Merapi. Jika ini terjadi, bah lahar dingin akan terjadi, dengan membawa material pasir bercampur batu mulai ukuran kecil sampai ukuran sebesar mobil. "Apalagi normalisasi sungai sampai saat ini belum selesai," kata Awang Trisnamurti, aktivis Forum Pesantren Lingkar Merapi (FPLM) saat memandu pertemuan anggota di Pesantren Darussalam Watucongol Muntilan Magelang pekan silam. Kepedulian kalangan pesantren terhadap bencana yang mungkin terjadi sepanjang musim hujan akhir tahun ini, menurut Gus Ali, salah satu pimpinan Pesantren Watucongol Muntilan, memang harus dicurahkan dengan sungguh-sungguh. Dengan memiliki kepedulian semacam ini, menurut Gus Ali, sedang menjalankan salah satu dari empat mandat dari Nabi Muhammad SAW, yaitu mandat Insyaniyah. "Kepedulian terhadap sesama ini harus diwujudkan manakala kita ingin mengikuti jejak Nabi Muhammad," katanya. Gus Yusuf, panggilan akrab Yusuf Chudlori, dari Pesantren Tegalrejo, yang hadir dalam pertemuan anggota Forum, menyatakan pesantren siap mendukung upaya-upaya yang dilakukan FPLM. Tentu saja sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. "Pesantren siap kalau hanya menyiapkan seribu nuk (nasi bungkus-red.) dan kubis satu colt (jenis kendaraan open cup-red.)," katanya. Pertemuan anggota FPLM menyepakati untuki mulai membangun sistem komunikasi, menyiapkan para relawan ketika terjadi bencana banjir lahar dingin, pendataan masyarakat di sekitar daerah aliran sungai, termasuk pemetaan keluarga yang memiliki anggota usia lanjut, anak-anak dan balita. "Ini penting untuk melakukan prioritas dalam memberikan pertolongan," kata Awang. Kesiapan semacam ini, jika bisa dilakukan, akan membuat masyarakat lebih tenang dalam menghadapi bencana. Sebab, menurut Mohammad Dachlan, penduduk dusun Gunungpring, Muntilan, menyatakan tanpa persiapan ketika diberitahu masyarakat justru menjadi panik. "Sore tadi ada sosialisasi dari aparat desa, kita suruh siap-siap, membungkusi barang berharga," katanya. Pemerintah sendiri, menurut Ahmad Majidun, salah seorang penggerak FPLM seringkali terlambat menanggapi situasi bencana. Keterlambatan semacam ini bisa fatal, karena masyarakat membutuhkan bahan-bahan makanan, sementara pemerintah tidak siap untuk menyediakan. "Kalau hari ini terjadi bencana, pemerintah baru mengirim bahan kebutuhan masyarakat dua hari kemudian," katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun