Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banjir Itu Bukan Bencana

18 Juli 2022   13:18 Diperbarui: 18 Juli 2022   14:43 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Andi Graf dari Pixabay 

Hampir menjadi pemahaman luas, dan juga di kalangan para pejabat pemerintah selalu mengatakan banjir dan sejenisnya sebagai bencana. Secara bahasa memang benar, sebagaimana dirumuskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (kBBI), 'sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan; kecelakaan; bahaya.'  Banjir sudah jelas membuat susah, memungkinkan timbulnya bahaya.

Anggapan atau cara pandang banjir sebagai bencana menjadikan peristiwa yang membahayakan itu selalu berulang. Dengan cara pandang ini, seakan banjir itu berada di luar kontrol manusia, tetapi menjadi kuasa dari kekuatan di luar diri manusia. Dengan begitu, faktor salah kelola yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang hampir tidak diperhitungkan Alih-alih mengkritisi para pejabat pemegang kewenangan, yang terjadi malah puja-puji karena pemerintah mengirim bantuan dengan segera.

Jadi secara bersamaan telah terjadi dua kekeliruan berpikir, becana sebagai kehendak di luar kuasa dan kontrol manusia, misalnya, sebagai kehendak Tuhan, dan pengiriman, segala macam yang disediakan pemerintah untuk warga penyintas banjir sebagai batuan.

Mari satu per satu coba kita pikirkan. Pertama, soal bencana banjir. Banjir sudah menjadi fenomena di negeri maritim ini. Berbagai hasil riset juga sudah menunjukkan dengan gamblang berbagai sebab banjir. Artinya, banjir sesungguhnya sudah bisa diprediksi, berbagai mitigasi tidak saja soal terjadinya banjir, tetapi juga kemungkinan penyintas sudah bisa diperhitungkan dengan jelas. Terlebih di negeri ini sudah ada lembaga pemerintah sendiri yang strukturnya ada dari pusat sampai daerah yang memberikan perhatian khusus terhadap berbagai peristiwa seperti banjir, tanah longsor, dan sebagainya.

Dengan begitu, banjir sesugguhnya bisa dicegah dengan berbagai cara, termasuk pemanfaatan tenologi, dan tak layak disebut sebagai bencana yang berada di luar kuasa  manusia, kuasa pemegang keweangan di pemerintahan.

Kedua, soal penyebutan bantuan pemerintah terhadap penyintas banjir. Ada kekeliruan serius dalam penyebutan ini. Pengiriman berbagai kebutuhan pokok, peralatan sehari-hari, sampai pada penyediaan hunian sementara itu, bukanlah bantuan, bukan pula sebuah kebaikan pemerintah kepada warganya. Bukan sama sekali. Semua itu merupakan kewajiban pemerintah. 

Sebab itu, ketika terjadi banjir, dan para penyintas tidak segera medapatkan pemenuhan kebutuhannnya, sesugguhnya pemerintah sedang melakukan pelanggaran terhadap kewajibannya.***  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun