Hampir menjadi pemahaman luas, dan juga di kalangan para pejabat pemerintah selalu mengatakan banjir dan sejenisnya sebagai bencana. Secara bahasa memang benar, sebagaimana dirumuskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (kBBI), 'sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan; kecelakaan; bahaya.' Â Banjir sudah jelas membuat susah, memungkinkan timbulnya bahaya.
Anggapan atau cara pandang banjir sebagai bencana menjadikan peristiwa yang membahayakan itu selalu berulang. Dengan cara pandang ini, seakan banjir itu berada di luar kontrol manusia, tetapi menjadi kuasa dari kekuatan di luar diri manusia. Dengan begitu, faktor salah kelola yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang hampir tidak diperhitungkan Alih-alih mengkritisi para pejabat pemegang kewenangan, yang terjadi malah puja-puji karena pemerintah mengirim bantuan dengan segera.
Jadi secara bersamaan telah terjadi dua kekeliruan berpikir, becana sebagai kehendak di luar kuasa dan kontrol manusia, misalnya, sebagai kehendak Tuhan, dan pengiriman, segala macam yang disediakan pemerintah untuk warga penyintas banjir sebagai batuan.
Mari satu per satu coba kita pikirkan. Pertama, soal bencana banjir. Banjir sudah menjadi fenomena di negeri maritim ini. Berbagai hasil riset juga sudah menunjukkan dengan gamblang berbagai sebab banjir. Artinya, banjir sesungguhnya sudah bisa diprediksi, berbagai mitigasi tidak saja soal terjadinya banjir, tetapi juga kemungkinan penyintas sudah bisa diperhitungkan dengan jelas. Terlebih di negeri ini sudah ada lembaga pemerintah sendiri yang strukturnya ada dari pusat sampai daerah yang memberikan perhatian khusus terhadap berbagai peristiwa seperti banjir, tanah longsor, dan sebagainya.
Dengan begitu, banjir sesugguhnya bisa dicegah dengan berbagai cara, termasuk pemanfaatan tenologi, dan tak layak disebut sebagai bencana yang berada di luar kuasa  manusia, kuasa pemegang keweangan di pemerintahan.
Kedua, soal penyebutan bantuan pemerintah terhadap penyintas banjir. Ada kekeliruan serius dalam penyebutan ini. Pengiriman berbagai kebutuhan pokok, peralatan sehari-hari, sampai pada penyediaan hunian sementara itu, bukanlah bantuan, bukan pula sebuah kebaikan pemerintah kepada warganya. Bukan sama sekali. Semua itu merupakan kewajiban pemerintah.Â
Sebab itu, ketika terjadi banjir, dan para penyintas tidak segera medapatkan pemenuhan kebutuhannnya, sesugguhnya pemerintah sedang melakukan pelanggaran terhadap kewajibannya.*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H