Wage mencoba baju itu, tanpa suara tangis, tetapi dengan air mata yang terus mengalir. Legi, juga tak mampu menahan tangisnya. Belum lagi selsesai memakaikan baju koko itu, Legi memeluk erat Wage, anak dan ibu itu menangis bersama.
"Simbok nggak boleh menangis."
"Ya, Simbok tidak menangis."
Sore hari, Wage memakai baju koko itu. Tetapi karena sedikir kebesaran, teman-temannya menertawakan dan mengolok-oloknya.
"Baju koko kedoroan, baju koko kebesaran."
Olokan itu saling sdambung menyambung dari satu anak ke anak klainnya. Wage tentu saja tak tahan mendengar olokan itu. Tetapi, ia menahan diri, ia bertahan tidak menangis. Ia mencoba membanggakan dirinya, di bulan puasa, bulan pernuh berkah ini, sudah bisa menggunakan baju koko, lengkap dengan celana dan pecinya. Wage mendongakkan wajah, memandang langit, dan ada senyum yang mengembang di bibirnya yang mungil.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H