Mohon tunggu...
MM NiningWijayanti
MM NiningWijayanti Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dan pendidik

Seorang pendidik sekaligus seorang ibu bagi gadis kecil saya. Seorang ibu yang saat ini berusaha menemani dan mendampingi perkembangan anak saya. Melalui wadah ini, saya mencoba menuangkan ide-ide, gagasan-gagasan, serta refleksi dan pengalaman saya bersama dengan anak-anak yang saya dampingi dan anak saya sendiri, kaitannya dengan perilaku, persahabatan, pendampingan, dan berbagai dinamika anak-anak.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Belajar dari "Creator Of Hope"

12 Desember 2024   12:11 Diperbarui: 12 Desember 2024   16:49 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Film Creator Of Hope. Sumber: Rm. Iswarahadi, SJ. )

Mom and Dad....

Mempunyai anak usia 10-12 tahun memang membutuhkan energi lebih untuk mengeksplor banyak hal. Baru-baru ini saya berpetualang bersama anak gadis (kecil) saya yang sudah berusia 11 tahun dan duduk di kelas 6 SD. Namanya Lievia. Lievia yang hobi aktivitas fisik ini saya ajak mengikuti sesuatu yang berbeda dari biasanya. Saat ini saya berusaha untuk memberi pengalaman-pengalaman hidup dan mencari makna sebanyak-banyaknya untuk dia pelajari. Bertemu banyak orang, mendengarkan, melihat, dan merasakan berbagai peristiwa untuk mendapatkan banyak ilmu.

Sore itu Jumat 15 November 2024, saya ajak Lievia kecil menerima undangan dosen saya sewaktu kuliah dulu. Beliau adalah seorang pastor Serikat Jesus di Kota Yogyakarta. Beliau mengajak kami untuk mengikuti diskusi dan nonton bareng film buatan Romo-romo Serikat Jesus berjudul "Creators Of Hope". Ini adalah pengalaman pertama baginya bertemu dan berdinamika dengan orang-orang dewasa dari kalangan akademis.

Kami datang ke lokasi studio pukul 17.00 WIB dan disambut dengan sangat hangat oleh Romo dan timnya. Awalnya agak canggung, karena di lokasi tersebut hanya Lievia gadis kecil saya saja yang bocil dan berada di tengah-tengah para romo, frater, dan suster serta mbak-mbak  mas-mas mahasiswa. Dalam hati saya berkata "Lievia pasti akan bosan dan mengajak cepat pulang". Tetapi ternyata di luar dugaan. Film pertama diputar, dan ternyata...... ohhh ternyata ...... dia terlihat antusias. Berbisiklah dia ke telinga saya. "Ibu, rumahku besok mau seperti itu". Saya kaget ternyata di luar dugaan saya. Rupanya dia menikmati pengalaman baru ini. Lievia yang biasanya senang dengan aktifitas fisik, silat, dan sepakbola tiba-tiba menikmati duduk, mendengarkan, melihat, dan diskusi. Bagi saya sangat wowwwwww.

By the way, film yang dibuat oleh Rm Murti, SJ, Rm. Iswara, SJ, dan timnya ini berkisah tentang perjuangan seorang Ibu bernama Nissa dan anaknya bernama Akhfaa yang mendirikan dan mengelola pesantren bernuansa ekologi berbeda dari pesantren yang lain. "Pesantren Agro Ekologi", demikian mereka memberi sebutan pesantren tersebut.

Pesantren yang berlokasi di kota Garut itu mempunyai luas kurang lebih 1 hektar, dengan 42 zona yang dimiliki. Zona? Apa itu? Kok pake zona-zona segala? Ternyata zona itu meliputi zona bebek, zona sawah, zona ayam, zona cacing, zona ikan, zona sawi, zona ubi, dll, pokoknya banyak banget.

(Foto: Film Creator Of Hope. Sumber: Rm. Iswarahadi, SJ. )
(Foto: Film Creator Of Hope. Sumber: Rm. Iswarahadi, SJ. )

Dalam perjalanan pulang kami, saya dan Lievi melanjutkan diskusi bersama dalam obrolan santai antara ibu dan anak gadisnya. Saya bertanya kepadanya apa yang menarik dan membuat dia bisa bertahan dalam 2 jam lebih mendengarkan dan melihat sesuatu di luar kebiasaannya. Dari obrolan kami, saya menemukan point-point pembelajaran bagi anak gadis saya yang kemudian saya tuliskan di sini.

Hal pertama, pesantren ini menawarkan sebuah kemerdekaan pangan dan kemerdekaan hidup  bersama alam. Siapapun yang masuk ke dalam pesantren ini bebas memakan apapun yang ada di situ. Boleh mengolah dan memakannya sesuai selera. Konsekuensinya, semua warga pesantren mempunyai keterikatan untuk menjaga, melestarikan dan merawat bumi yang memberi mereka kehidupan di pesantren tersebut. Dari alam dan bumi mereka menerima makanan yang mereka butuhkan. Bumi menjadi rumah yang menyediakan berbagai kebutuhan pangan mereka.   

Hal kedua yang menarik bagi kami, saya dan Lievia adalah bahwa pesatren tersebut menawarkan gaya hidup dari alam kembali ke alam. Sebuah "jalan" untuk mengatasi berbagai persoalan mengenai pangan dan gaya hidup di tengah modernisasi, sekularisasi, konsumerisme, dan berbagai tawaran hidup di luar yang enak dan nikmat.  Jalan untuk berbalik dari godaan makanan cepat saji yang tumpah ruah di sekeliling kita. Jalan keluar dari berbagai makanan tidak sehat yang menggiurkan untuk dinikmati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun