2014 akhirnya tiba. Mesin-mesin politik sudah mulai mengalami peningkatan panas. Jalan-jalan telah berubah menjadi semacam galeri kontemporer yang menyajikan berbagai macam potret wajah manusia asing yang insyaALLAH telah siap dan ikhlas berjuang untuk menjadi perwakilan suara-suara masyarakat. Istilah kerennya, sebagai penyambung lidah rakyat. Beragam cara ditempuh agar wajah mereka terekam lekat di memori rakyat. Pohon-pohon pun jadi saksinya. Betapa tidak, sekujur tubuhnya harus rela menahan perih akibat hujaman paku yang secara periodik hadir tiap 5 tahun sekali. Entah bagaimana nilai mata pelajaran wawasan lingkungan para manusia-manusia tersebut sewaktu sekolah dulu. Adapun itu, sudah menjadi sifat manusia untuk tidak pernah puas. Masih banyak yang merasa potretnya terlampau kecil dan tersembunyi dari pandangan pengendara di jalan. Oleh karena sifat manusia yang satu ini, patutlah usaha percetakan baliho bersyukur, soalnya harga cetak baliho kan hitungannya per meter. Semakin besar balihonya, semakin besarlah untungnya. Tidak hanya soal ukuran baliho, demi membuat kepala para pengendara di jalan menoleh dan terpesona pada wajah-wajah para calon penyambung lidah masyakarat tersebut, ada satu hal lagi yang harus dilakukan dimana kali ini memakai bantuan program desain drafis. Wajah yang banyak kurangnya bisa dibuat cakep, bersinar, mulus dan kharismatik cuma dengan klik disana-sini, tentunya sesuai permintaan. Kumpulan Wajah yang meneror ruang publik kota [caption id="attachment_303242" align="aligncenter" width="352" caption="Petisi Komunitas reresik Sampah Visual (sumebr:http://www.rimanews.com)"][/caption]
Ruang publik kota adalah ruang bersama yang dikelola negara. Kita sudah sering mendengar bahwa kualitas manusia perkotaan tergantung pada ruang publiknya, baik secara kualitas maupun kuatitas. Namun liatlah di Indonesia, berkat asas komersialisasi dan liberalisasi, maka ruang-ruang publik telah dijejali oleh polusi visual.
Ruang publik memang selalu dianggap pasar yang tepat untuk menjajakan pencitraan. Adapun kalau selama ini, polusi visual tersebut hanya berkutat pada merek-merek dagang, maka di tahun 2014 ini slot-slot kosong yang masing tersedia di ruang-ruang publik akan diisi oleh kumpulan rupa-rupa wajah 5 tahunan yang ingin terjun ke dunia politik. Masyarakat pun tidak bisa berbuat banyak, toh semua telah melewati prosedur perizinan (entah legal atau ilegal). Namun sekedar saran, ada baiknya masyarakat mulai menyadari hak-haknya sebagai pengguna ruang publik. Mungkin bisa dimulai dengan membaca pasal 17 ayat (1) Peraturan KPU No. 15 tahun 2013 yang menyatakan:
"Alat peraga kampanye juga tidak ditempatkan di lokasi pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan".