Mahasiswa ini tersentak karena memang ada suatu masalah berat yang membuat dirinya merasa ingin pergi. Ditambah pikiran kacau dan berisik yang dirasakan mahasiswa ini begitu parah. Sesuatu yang belum terjadi dan masalah sekecil apapun itu menjadi pikiran yang berat. Kepala serasa seperti ingin pecah karena saking sakitnya dan bernafas pun rasanya sungguh sulit karena sangat sesak. Dari situlah ia mulai tau bahwa dirinya tidak sakit fisik, melainkan mental.
Dokter menjelaskan dan menjawab pertanyaan yang mahasiswa ini ajukan juga memberikan saran. "Cari hal yang membuat kamu senang dan lupa akan masalah tersebut, hobi kamu apa?"tanya dokter. Saat itu ia pergi bersama keluarganya dan yang menjawab ibu mahasiswa tersebut, "Hobinya badminton dok". "Nah itu, lakukan hal positif yang membuat kamu senang dan lupakan masalah yang kamu alami"jelas dokter.
"Dok, sering kali saya merasa sesak nafas yang sangat dan sering sekali menguap itu bagimana ya dok?"tanya mahasiswa ini. "Pernapasan kamu sehat. Coba kamu tenangkan pikiran, tutup mata. Tarik nafas yang dalam lewat hidung dan hembuskan perlahan lewat mulut"jawab dokter.
Empat tempat yang ia datangi semuanya memberikan obat yang ia tidak tau apa fungsinya dan semuanya tidak ia habiskan padahal notabennya ia rajin minum obat. Namun entah mengapa ia merasa obat itu tidak berefek apapun pada dirinya. Waktu berlalu dan pandemi selesai, ia tetap belum tau apa nama penyakitnya. Tetapi ia tau bahwa itu bukan sakit fisik melainkan mental.
Suatu saat, di universitas mahasiswa tersebut menimba ilmu buka konsultasi. Ia mendaftarkan dirinya dan membuat janji temu di hari jumat dengan konsultan tersebut. Disitu ia menceritakan semua masalah berat yang dialaminya dan cukup mengurangi beban yang dia pikul. Tetapi tetap saja ada yang kurang, bahwa ia tidak mengetahui nama dari penyakitnya ini dan itu yang membuat dia frustasi karena tidak dapat mengetahui lebih jauh mengapa ia bisa sampai seperti ini.Â
Secara mengejutkan pada suatu komunitas yang diikuti mahasiswa ini, yang dimana pembahasannya berkaitan dengan psikologi, ia menanya kepada pemateri tentang sakit yang ia rasakan. Akhirnya, ia tau bahwa dirinya menderita gangguan psikosomatis, gangguan pikiran yang mempengaruhi fisik seseorang (Rabu, 05 April 2023).
Dua hari setelahnya, secara tiba-tiba dosen mahasiswa tersebut mengirim sebuah webinar 'Bagaimana Kondisi Psikis bisa Pengaruhi Fisik?'. Semua penjelasan terkait psikosomatis akhirnya ia dapati dari ahli psikolog tersebut, mulai dari gejala, tanda-tanda maupun pengobatan atau penanganannya (https://youtube.com/live/prShnyCEn6U?feature=share).
Secara global, prevalensi psikosomatis mencapai 57% pada populasi umum. Besarnya angka ini menunjukkan bahwa psikosomatis merupakan salah satu gangguan mental yang banyak ditemukan di layanan primer. Keluhan dapat berupa angina pektoris, gastritis, dispepsia, atau vertigo https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/psikosomatis/epidemiologi (alomedika.com).
Dari semua kasus yang ada, gangguan psikosomatis sangat sering diabaikan karena merasa itu adalah penyakit fisik biasa. Gangguan kesehatan mental tidak dapat diabaikan begitu saja karena akan berujung sesuatu yang fatal. Jika merasakan hal yang sama coba cari seseorang yang ahli dalam bidang psikologi atau bisa seperti kasus mahasiwa diatas. Cari info seakurat mungkin, jangan abaikan suatu penyakit baik itu sekecil apapun dan tetaplah jaga pola hidup yang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H