Nalar irfani adalah pendekatan dalam epistemologi Islam yang menekankan pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi, pengalaman mistis, dan pencerahan batin. Nalar irfani sering diasosiasikan dengan pemikiran sufi dan filsuf seperti Ibn Arabi dan Suhrawardi, yang menekankan penemuan kebenaran melalui pengetahuan batiniah (kasyf) atau iluminasi spiritual. Bagi sebagian orang, istilah "irfani" mungkin masih kurang dikenal. Irfani berasal dari bahasa Arab yang berarti "pengetahuan intuitif" atau "makrifat".
Pemula atas nalar irfani atau pendekatan irfan sulit ditentukan dengan pasti karena konsep ini berasal dari evolusi pemikiran dalam tradisi Islam, terutama dalam sufisme dan filsafat. Namun, beberapa tokoh awal yang berperan besar dalam mengembangkan dan membentuk konsep nalar irfani adalah:
1. Ibn Arabi, yang Dikenal sebagai "Syaikh al-Akbar" (Guru Agung), Ibn Arabi adalah salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam tradisi mistisisme Islam. Ia mengembangkan konsep wahdat al-wujud (kesatuan wujud), yang merupakan bentuk dari nalar irfani, di mana realitas tertinggi dipahami melalui penyingkapan mistis, bukan sekadar rasionalitas.
2. Suhrawardi, Pendiri Hikmah al-Ishraq (Filsafat Iluminasi), Beliau mengemukakan bahwa cahaya sebagai lambang pengetahuan ilahi. Menurutnya, pengetahuan sejati tidak hanya didapatkan melalui akal, tetapi juga melalui kasyf (penyingkapan batin) dan intuisi spiritual, yang merupakan ciri utama dari nalar irfani.
3. Mulla Sadra, Salah satu filsuf besar dari Persia yang mengembangkan hikmah al-muta'aliyah (filsafat transendental). Mulla Sadra menggabungkan rasionalitas dan intuisi mistis. Bagi beliau, pengetahuan yang didapat melalui akal sehat harus disertai dengan pengetahuan intuitif atau mistis.
Tidak ada tokoh tunggal yang menjadi pencetus utama nalar irfani, tetapi tradisi ini berkembang melalui karya para filsuf dan sufi yang menggabungkan rasionalitas dengan pengalaman mistis dalam pencarian kebenaran.
Nalar irfani atau pendekatan mistis dan intuitif dalam filsafat Islam mulai diterapkan secara formal pada abad ke-12 hingga ke-13 Masehi, seiring dengan berkembangnya pemikiran para filsuf dan sufi besar seperti Suhrawardi dan Ibn Arabi.
Suhrawardi memperkenalkan konsep pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui "cahaya" sebagai simbol pencerahan spiritual. Sementara itu, Ibn Arabi menekankan bahwa realitas tertinggi bisa dicapai melalui pengalaman mistis yang melampaui nalar rasional.
Pendekatan irfani mulai berkembang di wilayah Persia dan dunia Islam lainnya pada masa ini, diteruskan oleh filsuf seperti Mulla Sadra yang memperluas metode ini melalui filsafat transendentalnya pada abad ke-16 hingga ke-17.
Pemikiran Filosofis di Balik Metode Irfani