Mohon tunggu...
yahyabms
yahyabms Mohon Tunggu... -

Menulis adalah bagaimana cara memecah kebekuan berfikir

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Trans Yogya yang Paripurna

8 Juli 2018   21:20 Diperbarui: 8 Juli 2018   21:45 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta tidak hanya menawarkan berbagai tempat rekreasi melepas penat, melainkan memberikan semacam kerinduan bagi orang-orang yang pernah berkunjung. Grup band lawas Kla Project menjelaskan betapa Yogyakarta atau orang-orang sering menyebut sebagai Jogja memberi kesan manis bagi orang-orang yang pernah mendatanginya. Anda mungkin ingin berlibur atau tinggal dalam waktu lama di kota ini dan kalau perlu sampai akhir hayat, tidak perlu dipertanyakan lagi pesona kota yang dulu sempat menjadi ibukota Republik ini selama agresi militer II Belanda.

Seiring berjalannya waktu Yogyakarta (selanjutnya disebut Jogja saja) makin terkenal dan ramai dikunjungi, terutama di akhir pekan. Hal ini sangat bagus tentunya untuk perekonomian, apalagi Jogja jarang memiliki industri selain pariwisata. Akan tetapi ada efek negatif lainnya yaitu kemacetan parah. Ketika momen-momen liburan jalanan Jogja nyaris sama kepadatannya dengan kota-kota besar lainnya. Salah satu solusi supaya jalan tidak macet adalah mengadakan transportasi massal, di Kota Jogja sendiri transportasi massal terdiri dari bus kota (sekarangg sudah jarang keberadaannya), taksi konvensional (sekarang mulai menyusut karena keberadaan taksi online, bahkan kini banyak taksi konvensional bergabung dengan online) dan Trans Jogja.

Disini penulis ingin membahas mengenai Trans Jogja. Sebagai pendatang yang telah lama tinggal di Jogja untuk keperluan studi penulis sudah sering menggunakan moda transportasi umum yang satu ini, berkonsep bus rapid transit seperti halnya Trans Jakarta, penumpang hanya bisa naik bus dari halte khusus, tidak bisa menyetop di sembarang tempat, perbedaannya dengan Trans Jakarta adalah Trans Jogja tidak memiliki jalur khusus sehingga ikut berbaur dengan pengguna jalan lain. Konsep Trans Jogja ini sama dengan Trans Semarang dan Batik Solo Trans. Trans Jogja mulai beroperasi tahun 2008 awalnya merupakan program peremajaan bus kota yang sudah tua. Operator bus kota diajak bergabung dalam pengelolaan dan membentuk konsorsium bernama PT Jogja Tugu Trans (sekarang Trans Jogja dikelola BUMD milik Pemprov, PT AMI dan PT Jogja Tugu Trans menjadi sub operator).

Awalnya Trans Jogja memang menjadi solusi transportasi perkotaan (seperti slogan yang tertempel di bus), apalagi diawal operasi tarifnya hanya Rp. 1.000 dan bisa muter-muter Jogja asalkan tidak keluar dari halte (sekarang tarifnya Rp. 3.500) tetapi seiring dengan semakin padatnya jalanan dan tiadanya jalur khusus membuat trans Jogja terhambat lajunya, kedatangan bus dan waktu tempuh juga menjadi tidak pasti. Selain itu rute yang dianggap terlalu memutar dan kurang efisien menyebabkan masyarakat kurang antusias dengan Trans Jogja, dari beberapa problem ini penulis mencoba mengusulkan beberapa hal agar Trans Jogja menjadi transportasi publik paripurna bagi warga Yogyakarta.

Pertama, beberapa pakar mengusulkan adanya jalur khusus untuk Trans Jogja akan tetapi jalanan Jogja sempit bila dibanding Jakarta, jika ingin dibuat jalur khusus tentu tidak ada ruang, kecuali dibuat jalur melayang seperti Trans Jakarta koridor 13. Penulis lebih mengusulkan untuk penyederhanaan rute, sehingga tidak bus tidak perlu muter-muter yang akhirnya membuang waktu apalagi muter-muter di jalanan yang makin padat. Contohnya untuk jalur 2B dari Stadion Kridosono bisa langsung lewat Kotabaru-Jalan Mataram kemudian merapat taman pintar, begitu pula 2A dari Malioboro langsung lewat Jalan Mataram-Kotabaru merapat Stadion Kridosono. Selama ini jalur 2A/2B berangkat dari titik awal Terminal Condongcatur di ujung utara Kota Jogja kemudian menyusuri sampai XT Square yang hampir di ujung selatan, bisa dikatakan tidak efisien jika harus berjalan dari ujung utara ke ujung selatan, dan jalurnya tidak linier melainkan sirkuler sehingga ketika jam-jam padat bus Trans Jogja seolah menghilang.

Kedua, penambahan halte. Selama ini Trans Jogja dengan konsep bus rapid transit menggunakan pintu tinggi di tengah sehingga perlu halte tinggi pula, masalahnya halte tinggi ini membutuhkan ruang yang luas padahal trotoar Jogja dipadati oleh parkir sehingga akhirnya halte Trans Jogja justru banyak yang jauh dari keramaian. Jika sempat coba tengok beberapa ruas padat di Jogja seperti depan GOR UNY, Jalan Gejayan atau Jalan Kaliurang, Trans Jogja malah terkesan ikut meramaikan kemacetan dengan penumpang yang kadang-kadang sedikit, ini disebabkan karena haltenya jauh dari keramaian atau pemukiman. Penulis berpendapat Trans Jogja perlu membuat halte cukup dengan plang saja tidak perlu tangga yang butuh ruang luas karena selama ini banyak calon penumpang Trans Jogja harus berjalan jauh karena haltenya membutuhkan lahan yang sepi dari parkir, dengan adanya halte plang ini harapannya Trans Jogja bisa menaikkan dan menurunkan penumpang di titik keramaian atau dekat dengan pemukiman.

Ketiga, penambahan armada, hal ini agar interval kedatangan bus bisa lebih singkat, ditambah jika rute bisa disederhanakan seperti usul pertama tadi. Selain itu penambahan armada dari sudut pandang kru membuat interval keberangkatan dan kedatangan di halte pertama bisa lebih lega, kru dalam hal ini supir Trans Jogja dituntut menjaga interval waktu dengan bus di depannya, bila interval dengan bus depannya terlalu jauh maka ketika sampai di halte pertama kru bisa tidak mendapatkan waktu untuk istirahat, akhirnya banyak kasus supir Trans Jogja dianggap ugal-ugalan oleh pengguna jalan lain.

Keempat, perluasan rute, Trans Jogja selama ini hanya menjangkau wilayah kota Jogja dan wilayah pinggiran, padahal banyak penglaju dari wilayah satelit yang bekerja di Jogja dan juga objek wisata di luar wilayah Kota Jogja juga banyak. Jika anda ingin ke pantai-pantai indah di Gunungkidul akan susah mencari transportasi umum, bila ingin mudah ya sewa mobil. Dari sini seharusnya Trans Jogja bisa memperluas rute ke wilayah satelit seperti Bantul Kota, Godean, Jalan Parangtritis juga ke kawasan wisata seperti Kaliurang dan pantai-pantai di Gunungkidul, apalagi Trans Jogja mendapat subsidi dari Pemerintah Provinsi DIY sehingga sayang jika hanya melayani di sekitaran kota saja. Kalaupun Trans Jogja memang peruntukannya hanya di kota mungkin bisa membuat model transportasi seperti Trans Jateng koridor I yang melayani warga Kabupaten Semarang yang ingin ke Kota Semarang.

Akhir kata anda dan penulis tentu ingin Jogja tetap nyaman untuk melepas penat bukan malah bertemu kemacetan lagi seperti yang sudah dilakoni setiap hari kerja. Jadi kapan ke Jogja lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun