Hujan adalah bahasa alam yang berbicara tanpa suara. Ia jatuh dengan ritme yang tidak pernah sama, seperti pikiran manusia yang terus-menerus mencari makna dalam setiap tetesnya. Hujan membawa pesan tentang keberlanjutan---bahwa kehidupan tidak pernah benar-benar berhenti, bahkan ketika kita berharap sejenak untuk diam dan merenung.
Namun, apakah kita benar-benar mendengar hujan? Ataukah ia hanya menjadi latar dari kesibukan kita yang terus berlari, menghindari basahnya realitas? Dalam filsafat kehidupan, hujan adalah simbol dari ketidakhadiran keheningan. Ia hadir untuk mengingatkan bahwa hidup ini bukan tentang menghindar dari badai, tetapi menemukan harmoni di dalamnya.
"Hujan belum reda," kita sering mengeluh. Namun, di balik keluhan itu, ada pertanyaan yang lebih dalam: apa yang kita cari dalam jeda? Apakah kita menginginkan langit cerah hanya untuk kembali tenggelam dalam rutinitas yang sama? Atau kita sekadar ingin lolos dari refleksi yang dipaksakan oleh hujan?
Seperti dalam pemikiran Herakleitos, kehidupan adalah aliran. Kita tidak pernah menyentuh tetesan hujan yang sama dua kali, sebagaimana kita tidak pernah menjadi orang yang sama di bawah hujan berikutnya. Dalam setiap tetesnya, hujan mengajarkan bahwa perubahan adalah satu-satunya yang abadi. Ia mengaburkan batas antara apa yang kita miliki dan apa yang telah hilang.
Mungkin hujan belum reda karena kita belum siap untuk mendengar kejujurannya. Ia berbicara tentang kehilangan, tentang harapan, dan tentang kerentanan. Tapi hujan juga adalah pengingat bahwa kesuburan tanah bergantung pada keberanian langit untuk meneteskan air mata.
Jadi, jika hujan adalah pengulangan yang tak berujung, biarkan ia mengalir. Sebab, di setiap tetesnya, ada pelajaran tentang keberanian untuk berdiri di bawah langit yang basah---bukan untuk bertahan, tetapi untuk benar-benar hidup.
Hujan belum reda, dan mungkin memang tak perlu reda. Sebab, keheningan yang kita cari ada dalam riuhnya, dan kedamaian yang kita dambakan ada dalam keberaniannya mengalir tanpa henti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H