Desir angin pembawa debu mikrocinta itu mengayun-anyunkan ku pada sepohon entah yang akarnya amat mendekap eratku. Padahal rerumputan yang terinjak-injak semakin sabar bertasbih pada-Nya. Terik menghangatkannya dalam pandangan-Nya sebagai kuasa-Nya. Hujan menyejukkannya diantara kerontang murka kasih-Nya.
Dimanakah aku harus sembunyi?
Tapak-tapak ku dijalan-jalan pilu-Mu mengoyak kesedihanku, meminta-Mu membaringkanku di ketenangan makna-Mu. Walau ragu tak mampu menjamah urat asa diselimut senja indah pada bentangan awan-awan nakal yang mengancam.
Dimanakah aku harus sembunyi?
Dipandang-Mu terbaring sunyiku bersama belukar tanya-Nya selama KAU jalankan detik yang mengacaukan kalimat-Mu di dada hamba-hamba-Nya.
Dimanakah aku harus sembunyi?
Bukan karena bumi ku sombongkan atas-Nya, namun pada-Mu pelangi itu teramat abstrak teratur. Bukan pula aku mengigaukan-Mu karena mimpi tak mampu menjawab teramat banyak-Nya di nikmat-nikmat-Mu.
Dimanakah aku harus sembunyi?
Bilapun kuasa itu terbentur dengan-Mu dan aku menyelinap belajar pada-Nya tentang kenyataan-Nya disukar langkah yakin yang tertusuk duri enggan pada bosan murka-Nya.
Maka izin-Mu kan ku sematkan di amarah-amarah lemah meninggalkan cahaya-cahaya silau yang menjauhkanku dari mereka karenanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H