Mohon tunggu...
Muhamad Kamaluddin
Muhamad Kamaluddin Mohon Tunggu... -

Professional Perencanaan Korporat di perusahaan minyak dan gas domisili di kota Doha, Qatar

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Tim Bulutangkis RI Kalah di Asian Games. Perlu Pygmallion Effect!

22 September 2014   09:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:58 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asian Games 2014 - Kompas

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Asian Games 2014 - Kompas"][/caption] Sore ini saya merasakan duka yang sangat mendalam menyaksikan Timnas Bulutangkis putra Indonesia ditumbangkan tim Taiwan 1-3 dan gagal maju ke semifinal. Timnas Putri juga gagal melaju ke babak berikutnya. Prestasi tim Bulutangkis Indonesia terus turun di setiap perhelatan Asian Games. Ketika Asian Games di Doha Qatar tahun 2006 tim Indonesia hanya mendulang perunggu. Kini di Asian Games 2014 Incheon Tim Bulutangkis Indonesia harus gigit jari tanpa medali beregu, hanya bisa berharap dari medali perorangan yang sangat kompetitif. Saya jadi teringat masa kejayaan olahraga bulutangkis dulu. Kebetulan saya tumbuh di Bandung bertetangga dengan Iie Sumirat, salah satu legenda bulu tangkis yang dikenal sebagai "The Magnificent Seven Of Indonesia". Ketika tahun 1979, saya masih sangat kecil namun masih sangat jelas dalam ingatan, tingkah eksentrik kang Iie pada final Piala Thomas 1979 melawan Denmark. Iie tiba-tiba menari gaya Sunda di depan lawannya. Iie menang atas Pri, dan Indonesia berhak memboyong Piala Thomas. Saya melihat langsung ketika para tetangga kami begitu antusias menyambut Iie di depan rumahnya di Bandung, mengarak beliau hingga masuk ke rumahnya. Pada saat itu, Indonesia sangat dikagumi sekaligus ditakuti sebagai adidaya bulutangkis dunia. Animo masyarakat berlatih bulutangkis sangatlah besar. Perkumpulan Bulutangkis (PB) menjamur di mana-mana, di Bandung, di Kudus dan kota-kota lainnya. Anak-anak berlatih bulutangkis sejak usia dini. Saya pernah turut berlatih di PB di Bandung dan kagum ketika bertanya pada teman apa cita-citanya, mereka semangat menjawab "Ingin jadi Rudy Hartono! Ingin jadi Iie Sumirat!" Tanpa ragu, mereka kadang bolos dari kelas untuk bisa konsentrasi pada pertandingan kelas kota, tingkat provinsi bahkan nasional. Wajar bila Bandung kemudian melahirkan bintang-bintang bulutangkis dunia peraih medali emas Olimpiade seperti Taufik Hidayat. Sekarang Perkumpulan Bulutangkis tersebut masih berdiri dan tetap melahirkan pemain yang digembleng di Pelatnas. Namun, apakah Anda menyadari bahwa animo dan kebanggaan anak-anak Indonesia untuk berlatih bulutangkis mulai berkurang? Misalnya saya membaca berita 2 tahun lalu bahwa jumlah peserta Turnamen bulu tangkis “Indonesia International Challenge” 2012 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Sebelumnya saya juga membaca bahwa “Djarum Arena Open“ tahun 2010 minim peserta. Kejuaraan itu hanya diikuti oleh 690 peserta dari 65 Klub Bulutangkis yang ada di wilayah Indonesia. Jumlah peserta tersebut menurun drastis hampir 50 persen dari gelaran pertama kali yang diikuti 1.000 lebih peserta. Melihat minat warga yang semakin turun untuk melatih dan mendorong putra-putrinya berkompetisi bulutangkis, tidak mengherankan bila kemudian Indonesia gagal total di Indonesia Open 2014, dan hari ini tim Indonesia gagal di Asian Games di Incheon Korea Selatan. Apakah solusinya supaya prestasi Bulutangkis Indonesia bisa bangkit kembali? Apakah cukup dengan reward dan punishment di PBSI? Bagi saya prestasi bulutangkis merupakan "gerakan rakyat", semua warga Indonesia harus terlibat dalam meningkatkan kembali prestasi bulutangkis. Oleh karenanya perlu "Pygmalion Effect"! Apakah itu? Konsep ini diambil dari kisah Yunani kuno. Alkisah dahulu kala, hidup seorang pemahat jenius bernama Pygmalion. Begitu tinggi keahliannya dalam memahat, hingga patung pahatannya tampak seolah - olah benar - benar hidup. Suatu hari, ia memahat patung sesosok wanita yang sangat sempurna. Begitu sempurna dan cantiknya wanita pahatan itu, hingga Pygmalion pun akhirnya jatuh hati pada hasil karyanya sendiri. Maka berdoalah Pygmalion pada Sang Dewi, "Wahai Aphrodite, berikanlah untukku sebagai istriku, wanita sempurna yang seperti pahatanku itu!" Dewi Aphrodite kemudian mengabulkan permintaannya. Pesan dari kisah Pygmalion, harapan seseorang yang diusahakan begitu keras bisa menjadi kenyataan yang fantastis. Begitu pula dengan dunia bulutangkis Indonesia. Kita semua harus bisa membawa kembali kecintaan kepada dunia bulutangkis seperti dulu. Latih putra-putri kita secara maksimal. Bangun lapangan bulutangkis di setiap sudut kota seperti dulu. Hidupkan kepercayaan bahwa Indonesia akan kembali memiliki kekuatan adidaya bulutangkis seperti idealisme Pygmalion. Saya kutip kata-kata emas John F Kennedy "The stories of past courage…can teach, they can offer hope, they can provide inspiration. But they cannot supply courage itself. For this each man must look into his own soul." yang artinya "Kisah kejayaan masa lalu bisa mendidik kita, menawarkan harapan, memberi inspirasi. Namun kisah lalu tidak bisa menularkan semangat keberanian. Untuk ini, setiap diri kita harus melihat kedalam jiwa kita masing-masing". Salam "Indonesia Bangkit!" Kamaluddin Doha - Qatar September 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun