Mohon tunggu...
M Kabul Budiono
M Kabul Budiono Mohon Tunggu... Jurnalis - Old journalism never dies

Memulai karir dan mengakhirinya sebagai angkasawan RRI. Masih secara reguler menulis komentar luar negeri di RRI World Service - Voice of Indonesia. Bergabung di Kompasiana sejak Juli 2010 karena ingin memperbanyak teman dan bertukar pikiran...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Publik Mana yang Dapat Menekan SBY/POLRI ?

7 November 2009   00:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:25 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya sengaja membalikkan judul lead-in kompasiana ini menjadi pertanyaan dan saya jadikan judul tulisan saya. Mengapa ? Sebabuntuk mengurai judul itu saya mesti memulai dengan mengurai pemahaman akan makna dan hubungan hubungan antara SBY , POLRI, dan tekanan publik.

Pertama mengenai SBY. Semua tahu SBY adalah Presiden yang mempunyai kewenangan atas POLRI sebagai aparatur penegak hukum. Namun dalam persoalan hukum Presiden tidak dapat mencampuri atau mendikte dikte. Ini pula yang pernah ditegaskan pak SBY dengan ungkapan yang kurang lebih begini “ saya tidak akan mencampuri urusan POLRI dalam menyelesaikan kasus hukum”. Artinya POLRI independen dalam melakukan penyelidikan dalam rangka penegakan hukum. Jadi janganlah lantas kita gusar, ketika Kapolri tidak serta merta memberhentikan Kabareskrim, walaupun sebagaimana dikatakan Tim 8, Presiden telah meminta Kapolri melakukannya. Tentang bagaimana Kapolri melindungi aparatnya nampak ditunjukkan dalam pernyataan yang disampaikan di depan Komisi III DPR RI yang disambut tepuk tangan oleh sebagian anggota DPR RI.

Situasi dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III dan jajaran POLRI itu sesungguhnya telah ikut menjelaskan posisi Kapolri. Sebagaimana diketahuiproses pemilihan KAPOLRI saat ini tidaklah semata mata kewenangan Presiden.Presiden mengusulkan nama ke DPR RI. DPR RI menyetujui atau tidak menyetujui. Jika DPR RI menyetujui, maka Presiden mengelurakan Keputusan pengangkatnnya. Jika usulan di tolak, ya Presiden mesti mengusulkan yang baru. Dalam konteks itulah kita dapat memahamisuasana sidang Komisi III DPR RI yang antaralain diwarnai dengan “ pengaduan KAPOLRI dan Kabareskrim “ atas nasibnya yang merasa dikuya kuya ( disia siakan ) oleh sejumlah kalangan. Kita mungkin masih ingat ketika KAPOLRI dengan suara sendu mengatakan “ kami ini bukan binatang, tidak menjijikkan.... dst”.Jika demikian, dalam kasus perseteruan KPK dengan POLRI di mana posisi publik ? Babagaimana pula dengan kekuatannya menekan suprastruktur politik ?

Dalam sebuah perbincangan di televisi seorang anggota DPR RI Komisi III dengan gagah menggebrak balik bertanya kepada seorang pewawancara televisi ketika si pewawancara bertanya mengenai dampak tekanan publik. Anggota DPR RI bertanya “... sebentar dulu. Siapa dan apa yang anda maksud dengan publik ?”. Si pewawancarapun nampak bingung hingga kemudian menyampaikan pertanyaan lain.

Publik itu merupakan turunan kata dari public. Dunia penyiaran mengenal istilah yang Lembaga Penyiaran Publik atau Public Service Broadcasting. Public dalam konteks penyiaranbermakna bangsa atau masyarakat. Lantas dalam konteks dikursus politik apa dan siapa itu publik ? Dalam kasus KPK, POLRI dan Kejaksaan, apa dan siapakah publik yang dimaksud ? DPR RI sebagai representasi rakyat berhak mengatakan bahwa pihaknya juga mewakili publik dalam skala yang lebih besar. Namun gerakan civil society juga berhak mengaku sebagai unsur representasi publik. Terus bagaimana dengan facebooker pendukungBibit dan Chandra ? Berhakkah mereka mengaku representasi publik ?Lantas siapakah publik yang kemudian dapat melakukan tekanan kepada Presiden dan Polri sesuai konteks judul tulisan ini ?

Dalam hal ini nampaknya yang dimaksud adalah kelompok penekan atau pressure group. Yaitu sebuah kekuatan non govermental dan ekstra parlementer. Kelompok ini, yang harus dijamin dulu bahwa tujuannya adalah menegakkan kebenaran dan meluruskan praktek praktek pemerintahan dan kenegaraan yang keliru, harus mampu bergerak secara konsisten dengan semangat dan daya yang cukup, baik dalam pembentukan opini maupun melakukan gerakan gerakan massa sebagai eye catching dan menarik perhatian, dan tekanan tekanan. Kelompok iniakan menjadi penyeimbang kekuatan suprastruktur politik dalam mengawal perwujudan good governance. Jika sekarang masih ada kalangan dewan yang mempertanyakan siapa publik itu ? Maka sangat boleh jadi pertanyaan itu kemudian akan berubah menjadi “ Kami membela kepentingan publik”, manakala secara politik gerakan itu sudah dirasakan perlu dijadikan isu dan kekuatan politik. Dan untuk membangun semua itu akses ke media nasional sangatlah menentukan . Karena itu kelompok ini perlu punya ujung tombak vocal minority yang mempunyai akses ke media, khususnya media komersial yang sangat berperan dalam membangun persepsi dan opini publik.

Dalam perspekstif itu, maka sebelum menjawab pertanyaan Apakah SBY/POLRI akan bertahan terhadap tekanan publik, pertanyaan pendahuluannya adalah tekanan publik seperti apa yang bakal muncul, siapa penggeraknya dan apa tujuannya ?Dan yang paling penting adalah konsistenkah ia pada kebenaran dan kebaikan sebagai cita citanya ? Sebab sebagaimana diyakini “... tidak ada yang bisa mengalahkan kebenaran”. Dan sementara ini, jika ditanya kepada pak SBY dan POLRI, keduanya dengan sangat pasti akan menjawab bahwa " Kami sangat menjunjung kebenaran dan selalu berjuang menegakkan kebenaran".

Wallahu a’lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun