Mohon tunggu...
M Kabul Budiono
M Kabul Budiono Mohon Tunggu... Jurnalis - Old journalism never dies

Memulai karir dan mengakhirinya sebagai angkasawan RRI. Masih secara reguler menulis komentar luar negeri di RRI World Service - Voice of Indonesia. Bergabung di Kompasiana sejak Juli 2010 karena ingin memperbanyak teman dan bertukar pikiran...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menguatkan Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI

10 Juni 2010   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:38 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Keraguan terhadap Lembaga Penyiaran Publik ( bag 1 )

“ The government is hesitant to Public Service Broadcasting “. Pernyataan mengenai keraguan pemerintah terhadap Lembaga Penyiaran Publik ini mengemuka pada seminar pendahuluan Asia Media Summit 2010 di Beijing, akhir Juni lalu. Asia Media Summit adalah konferensi lembaga penyiaran Asia Pasifik yang diselenggarakan Institut Pengembangan Penyiaran Asia Pasifik – AIBD. Keragu raguan pemerintah, khususnya terhadap perubahan status TVRI sebagai lembaga penyiaran publik itu diungkapkan pak Ishadi, mantan Dirjen Radio Televisi dan Film yang pernah bertahun tahun memimpin TVRI. Pernyataan Pak Is, demikian saya selalu menyebut tokoh idola saya itu, dikemukakan setelah memotret kondisi TVRI sejak menjadi Lembaga Penyiaran Publik.

Sebagaimana diketahui sesuai Undang Undang Nomor 32/2002 dan PP nomor 13 tahun 2005, TVRI adalah Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi melayani masyarakat. Dengan statusnya itu TVRI independen secara redaksional dan otonom dalam penyelolaan keuangan serta bukan lagi menjadi televisi pemerintah ( Government owned television ). TVRI bukan lagi corong atau humasnya Pemerintah melainkan lembaga penyiaran publik yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Namun mengapa pak Ishadi yang kini komisaris Trans TV berpendapat bahwa pemerintah cenderung ragu-ragu menjadikan TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik ?

Salah satu ukuran keraguan itu antaralain terlihat dari alokasi penganggaran APBN untuk TVRI setiap tahunnya. Tahun 2010 ini, kalau tidak keliru, anggaran operasional TVRI hanya berkisar 500 milyar rupiah, digunakan selain untuk produksi dan penyiaran juga untuk membayari pegawai yang hampir seluruhnya PNS. Jumlah anggaran APBN TVRI itu lebih kecil dibanding RRI yang mencapai sekitar 600 milyar rupiah. Kalau dibandingkan TV TV swasta, anggaran TVRI itu juaaauh di bawahnya. Mestinya, agar dapat bekerja dengan baik TVRI memerlukan anggaran diatas 1 trilyun rupiah. “ Untuk membuat program televisi yang berkualitas, diperlukan dana yang banyak “, demikian menurut pak Ishadi. Saya sependapat dengan senior saya itu. Pendapat yang sama itu bukan lantaran Pak Ishadi di depan seminar yang dihadiri sebagian petinggi penyiaran Asia Pasifik itu telah menilai RRI lebih baik dalam mengelola masa transisi. Kesetujuan saya itu didasarkan pada pengamatan dan pengalaman empiris selama ini. Saya beruntung dapat memperluan wawasan dan pengetahuan saya mengenai persoalan LPP di berbagai negara Asia Pasifik karena menjadi peserta konferensi atas dukungan UNESCO kantor perwakilan Jakarta.

Seperti diketahui, pembentukan RRI dan TVRI menjadi lembaga penyiaran publik berbeda dengan negara lain, khususnya Eropa dan Australia, juga Amerika Serikat.Jika BBC Inggris dan ABC Australia berbentuk Lembaga Penyiaran Publik sejak awal, RRI dan TVRI berubahdari radio dan televisi pemerintah. Latar belakang itu penting untuk dicermati terkait dengan sifat dan prinsip yang mesti dilaksanakan. Jika BBC dan ABC, juga CBC di Kanada sejak awal berdiri sudah bersifat independen dan otonom dari pemerintah, RRI dan TVRI sebagai media pemerintah telah benar benar menjadi corongnya pemerintah. Di era Orde Baru, RRI dan TVRI adalah dua lembaga yang selalu konsisten mencitrakan bahwa “ the government can do no wrong “. Di masa Orde Baru TVRI menjadi sangat penting di mata pemerintah dan lembaga negara lainnya dalam urusan penyiaran berita dan informasi. Salah satu wujudnya adalah senantiasa ada laporan khusus dari setiap kunjungan kenegaraan Presiden ke berbagai negara. Acara pengguntingan pita sebagai tanda peresmian proyekpun jika perlu diulang, lantaran kamerawan TVRI terlambat datang. Untuk sebuah liputan peristiwa intansi pemerintah, kerabat kerja TVRI biasanya dijemput ke kantor. Kondisi itu berbeda dengan RRI. Dalam banyak kesempatan, saya – ketika itu selaku wartawan – sering merasa tidak diperlukan kehadirannya untuk meliput suastu peristiwa. RRI tidak siaranpun ‘ nggak apa apa’, demikian pendapat kalangan humas instansi pemerintah ketika itu. Pemerintah merasa sangat memerlukan TVRI. Pun rasanya juga saat ini, ketika TVRI dan RRI sudah menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Karena itu wajar jika ada yang berpendapat bahwa pemerintah ragu ragu melepas TVRI dan juga RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Jangan jangan Pemerintah kawatir dengan menjadi Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI akan merugikan citra pemerintah. Dan Pemerintah tidak punya media yang menjadi media komunikasi dengan rakyat. Benarkah demikian ? ( bersambung )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun